Selasa, 10 Februari 2015

DADDY





Daddy

Main Cast : Bang Yongguk (BAP), Bang Hyunyoung (OC)
Bang Ahrin (OC), Bang Jaerim (OC)

Support Cast : Kim Sooyong (OC), Jung Daehyun (BAP)
Yoo Youngjae (BAP), Byun Baekhyun (EXO)

Genre : Life, Sad, Romance, Family, Comedy

Lenght : Mini Series || Rating G & T

Story by Zoldyck (e_zoldyck)

Author by NS. Youzza (youzza_nisarr)

Cover by Moon LeeZaa Kim

Produced by BFI Screen Art


Disclaimer : Cast sepenuhnya milik dirinya, Tuhan, dan agensi. Author hanya meminjam nama dan latar untu mendukung FF ini. Jika ada kesamaan cerita pada FF lain hanyalah sebuah kebetulan karena FF ini murni dari pemikiran author dan partner. 

Warning : Typo dan EYD buruk bertebaran.




**

"Daddy!!" Bang Jaerim berteriak dari lantai dua, lebih tepatnya dari kamar tidurnya.

"Waeyo? Waeyo?" Bang Yongguk berlari menaiki tangga rumahnya menuju kamar anak bungsunya.

Bang Hyunyoung dan Bang Ahrin -kakak perempuan Jaerim- langsung keluar dari kamarnya setelah mendengar teriakan sang adik. Hyunyoung yang masih memakai handuknya, Ahrin yang keluar sambil membawa bedak ditangannya dengan wajah yang sedikit belang akibat belum selesai memakai bedak diwajahnya. Bang Yongguk membuka pintu kamar Jaerim, terlihat Jaerim meringkuk diatas kasurnya dengan masih memakai handuk merah jambunya.

"Disana Daddy, ada sesuatu disana." Yongguk melihat kearah yang ditunjuk oleh Jaerim.

"Apa yang terjadi?" Hyunyoung mendekati tempat yang ditunjuk oleh Jaerim. Yongguk menunggu sambil mencoba menenangkan Jaerim, dan Ahrin pun masih menunggu.

"Hanya ini?" Hyunyoung memungut seekor tikus yang sudah mati, sepertinya akibat pukulan Jaerim saat terkejut melihat makhluk itu.

"Aarggh! Menjijikan!" Jaerim berteriak lagi, sementara yang lainnya hanya mampu menutup telinga mereka.

"Hyunyoung cepat buang tikus itu." Yongguk masih mencoba menenangkan Jaerim. Hyunyoung turun ke lantai 1 rumahnya untuk membuang tikus itu dan masih menggunakan handuknya.

"Jadi kau lagi yang mengacaukan hari ini? Kemarin kau mengacaukannya karena seekor kecoa, dan sekarang seekor tikus lalu besok apa lagi dasar anak man-"

"Sudah, sudah hentikan! Jaerim cepat gunakan seragam mu dan cepat turun untuk sarapan." Yongguk menarik Ahrin keluar dari kamar Jaerim agar tak terjadi keributan lagi pagi ini dan Jaerim hanya dapat mengerucutkan bibirnya.

Bang Hyunyoung telah selesai mencuci tangannya dan mulai mengenakan seragam sekolahnya, mulai merapihkan rambut hitamnya yang pendek itu. Merekatkan gelang dan jam tangan berwarna hitam dilengan kirinya. Membawa beberapa buku dan dimasukkan kedalam ransel hitamnya, serta tidak lupa mengalungkan headphone dilehernya dan bersiap turun untuk sarapan.

Bang Ahrin memakai seragam sekolahnya, menyisir rambut pirangnya yang panjang sebahu, merapihkan poninya dan merangkulkan tas birunya dilengan kanannya. Serta tidak lupa memakai kacamata yang selalu membuatnya terlihat mempesona dan bersiap turun untuk sarapan.

Bang Yongguk memakai jas hitamnya dan merapikan dasinya, sejenak terlintas dipikirannya saat Song Jieun -Istrinya- masih hidup dan merapihkan dasinya setiap pagi. Yongguk mulai menatap sedu kearah fotonya bersama Jieun yang tergantung didinding kamarnya.

"Chagi-ya, lihatlah anak-anak kita sudah beranjak menjadi wanita dewasa. Aku menjadi ayah sekaligus ibu yang baik bukan? Namun, aku tak bisa selamanya mengurus mereka sendirian chagi. Aku harus bagaimana?" Yongguk seolah berbicara dengan Jieun.

Yongguk sudah duduk dikursi makan, begitu juga dengan Hyunyoung dan juga Ahrin tapi Jaerim dia masih berada dikamarnya.

"Aiish anak manja itu, kita bisa terlambat kesekolah jika menunggunya." Ahrin yang mempunyai sifat pendiam juga agak sedikit jutek dan dingin mulai menggerutu.

"Biar aku yang panggil Jaerim." Hyunyoung selaku anak sulung yang bijaksana dan dipercaya sang Daddy untuk mengajarkan kebaikan kepada kedua adiknya itu memiliki sifat yang sedikit seperti laki-laki, sebut saja tomboy.

Tok..tok..tok

"Jaerim, cepatlah atau kita akan terlambat."

"Oke wait eonni." Jaerim keluar dengan sedikit terburu-buru. Merapihkan rambut nya yang ikal itu, membawa tas berwarna merah mudanya, sambil berjalan kebawah dia terus menatap dirinya dicermin yang dibawanya. Hyunyoung hanya bisa tertawa kecil melihat adik kecilnya yang sedikit genit ini.

"Mari makan!" Jaerim memakan sarapannya dengan lahap, begitu juga yang lain. Yongguk sebagai ayah sekaligus ibu dari ketiga remaja ini mengantar mereka kesekolahnya. Jaerim terus mengoleskan Make up ke wajahnya itu, sementara Ahrin terus membaca buku pelajaran. Yongguk berbincang dengan Hyunyoung tentang pekerjaan yang dilakukan sang ayah. Hyunyoung termasuk anak yang tegas dan dewasa, dia juga selalu tegar dan memberi contoh yang baik terhadap kedua adiknya.

"Anak-anak, bagaimana jika Daddy menikah lagi?"

"MWO?" Dalam serempak ketiga anaknya berteriak. Jaerim menghentikan gerakan tangannya yang baru setengah memakai lipstick dibibirnya, Ahrin menutup bukunya dengan cepat dan membenarkan kacamatanya sedangkan Hyunyoung menatap Yongguk yang duduk disampingnya dengan tajam.

"Hey, apa kalian tidak merindukan sosok seorang ibu? Hyunyoung, apa kau tidak ingin ada seseorang mendengarkan keluh kesahmu lagi? Ahrin, apa kau tidak ingin belajar ditemani lagi? Jaerim, apa kau tidak ingin ada yang menemanimu saat tidur?"

Seketika suasana didalam mobil hening dalam sekejap.

'Daddy benar, aku butuh seseorang yang selalu mendengar keluh kesahku dan memberiku pengarahan seperti Mommy.' benak Hyunyoung.

'Daddy benar, aku butuh seseorang yang mengajariku saat belajar seperti Mommy.' benak Ahrin.

'Daddy benar, aku butuh penenang dalam setiap tidurku seperti pelukan Mommy.' benak Jaerim.

"Jadi bagaimana?" Yongguk masih penasaran dengan jawaban ketiga anaknya itu.

"Terserah pada pendapat Hyunyoung eonni," ucap Ahrin.

"Terserah pada pendapat anak bungsu, Jaerim," ucap Hyunyoung.

"Terserah pada pendapat Ahrin eonni,"

"Aish, kita akan berunding dulu untuk masalah ini ya Dad." Hyunyoung akhirnya angkat bicara setelah semua saling berdebat.

-Disekolah-

"Ppai Daddy." Lambaian tangan Jaerim membawa Yongguk melesat meninggalkan sekolah mereka.

Kini mereka berjalan dikoridor sekolah, usia mereka tak jauh berbeda. Mereka mengobrol membicarakan hal yang membuat mereka risau. Sesekali mereka membantah tentang Daddy yang ingin menikah, sesekali pula mereka berfikir bahwa mereka membutuhkan sesosok ibu.

BRUKK

"Yaakk!" Ahrin menjatuhkan buku yang dipegangnya karena seseorang berlari dan menabrak tubuhnya, kacamata Ahrin pun terlepas.

"Ahh Mianhae Ahrin." Yoo Youngjae -ketua osis- mengambilkan buku dan kacamata Ahrin yang terjatuh.

"Neo!" Bisa tidak, untuk tidak terus mengangguku setiap saat." Tatapan mata Ahrin yang tajam menatap kedalam mata Youngjae.

"Ne, mianhae." Beberapa kali Youngjae meminta maaf kepada Ahrin. Dengan cepat Ahrin merebut kacamata dan buku yang diberikan Youngjae dan berlalu meninggalkan Youngjae dan kedua saudaranya.

Hyunyoung menepuk bahu Youngjae menandakan bahwa semua baik-baik saja dan jangan khawatir sambil tersenyum kecil. Jaerim langsung pamit untuk melanjutkan perjalanannya menuju kelasnya.

Hyunyoung POV
Kelas ku sedikit gaduh karena pelajaran pertama kosong tak ada guru yang mengisinya. Aku mendengarkan lagu melalui headphone ku yang masih tergantung dileherku. Tak peduli seberapa ramainya kelas ini aku terus bermain game digadget ku sambil mendengarkan lagu. Tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh seseorang yang memukul mejaku dengan sangat keras. Aku menurunkan gadget ku dan memandang orang yang sudah menggangguku, Kim Himchan.

"Hey, gadis jadi-jadi an! Apa yang kau katakan kepada temanku tentang diriku?"

"Apa urusanmu mengangguku pagi ini?"

"Katakan sekarang tepat dihadapanku!"

"Kau PECUNDANG!" Aku berdiri dan menatap tajam pria dihadapanku.

"Neo!" Tangannya hampir menampar pipiku, namun tertahan oleh dirinya sendiri.

"Lakukan! Dasar pecundang!" Semua siswa dikelasku kini menatap kami yang berdebat.

"Jika kau bukan wanita, akan kupukul kau dalam sekejap."

"Seperti ini?"

Bruukk. Pukulan dahsyat ku lemparkan tepat dihidung Himchan, dia adalah musuhku dalam pertandingan basket kemarin. Dan dia melakukan kecurangan terhadap anggota dari klub ku itulah mengapa aku menyebutnya pecundang. Dalam sekejap pria itu menarik seragamku dan aku dibawa kelapangan basket.

"Cepat minta maaf!"

"Untuk apa? Kau pantas mendapatkannya."

"Neo!" Aku memukulnya lagi sebelum pukulannya mendarat diwajahku. Hidungya mulai mengeluarkan darah, dan aku terkena pukulannya hingga mataku memar. Perkelahian terus berlanjut hingga semua murid keluar dan menyaksikan perkelahian kami, dan saat kepala sekolah keluar dari kantornya dan memisahkan kami perkelahian pun berhenti.

"Kalian berdua ikut kekantorku sekarang!"

"Eonni." Jaerim yang melihatku terluka terlihat begitu khawatir, aku hanya menunduk malu karena melakukan perbuatan yang tidak baik untuk adik-adikku. Aku dimarahi habis-habis an oleh kepala sekolah, begitu juga Himchan. Kami berdua tidak diizinkan mendatangi sekolah selama 1 minggu, aku menyesal dalam hatiku dan menatap Himchan tajam.

"Eonni, gwaenchana?" Jaerim dam Ahrin menemani ku yang kini berada di UKS sambil membersihkan luka diwajahku.

"Gwaenchana, jangan lakukan apa yang tadi kulakukan. Arraseo?"

"Mengapa kau memukulnya Eonni?" Ahrin yang bertanya sambil terus membaca buku yang dipegangnya.

"Sudahlah lupakan, apa Daddy sudah tahu hal ini?"

"Ne, Daddy baru saja bertanya kepadaku setelah dia mendapat telepon dari kepala sekolah."

"Tamat riwayatmu Eonni." Ahrin masih dengan nada suaranya yang datar.

-Dirumah-

Aku bersama kedua adikku sedang menyaksikan acara televisi yang biasa kami tontong setiap malam, dan tiba-tiba Daddy pulang. Suasana seketika menjadi hening.

"Jaerim, Ahrin, pergi kekamar kalian. Daddy ingin berbicara dengan kakakmu."

Jaerim dan Ahrin menurut dengan perkataan Daddy, Jaerim sempat memegang bahuku untuk menguatkanku.

"Apa yang kau lakukan?"

"Mianhae Daddy." Aku menunduk dan tak mampu menatap wajah Daddy yang selalu menyeramkan setiap kali dia marah.

"Kau tahu, kau itu anak perempuan. Apa yang kau lakukan tadi disekolah hah? Apa menurutmu kau seorang jagoan? Pembela kebenaran hah? Itu contoh yang tidak baik untuk kedua adikmu. Dan kau diskors selama satu minggu hah?"

"Jeongmal mianhae."

"Kau anak sulung, dan kau harus berikan contoh yang baik. Mengapa kau bersikap seperti ini? Memalukan." Daddy meninggalkanku sendirian. Hatiku seperti tertusuk ribuan pisau panas.

Author POV
Jaerim dan Ahrin hanya bisa menatap sang kakak terdiam dibawah, Jaerim menuruni tangga setelah Yongguk memasuki kamarnya.

"Jaerim jangan!" Ahrin mencoba mencegah Jaerim karena takut Yongguk keluar lagi dari kamarnya namun Jaerim sudah melesat cepat kebawah.

"Eonni." Perlahan Jaerim menyentuh bahu Hyunyoung dari belakang.

"Ne."

"Gwaenchana?" Terlihat Jaerim yang sangat memgkhawatirkan kakaknya itu. Hyunyoung menghela nafasnya yang berat dan kemudian berdiri lalu berbalik menghadap Jaerim.

"Sebaiknya kau tidur karena hari mulai larut, Kajja!" Hyunyoung berusaha tersenyum didepan adik kesayangannya itu. Dia merangkul adiknya keatas lalu mengantarnya hingga kekamar.

"Selamat tidur gadis kecil." Hyunyoung mematikan lampu kamar Jaerim dan menutup pintu kamarnya. Sementara Ahrin masih menatap Hyunyoung yang baru keluar dari kamar Jaerim dengan tatapan dinginnya.

"Tidurlah Ahrin!" Hyunyoung menyentuh bahu Ahrin.

"Eonni, berhenti berpura-pura bahwa kau baik-baik saja."

"Ahrin, tidurlah sekarang." Hyunyoung meninggalkan Ahrin yang masih menatapnya hingga memasuki kamarnya. Ahrin kembali kekamarnya dengan menghela nafasnya yang berat, Ahrin tahu betul sikap kakaknya itu yang selalu terlihat tegar didepan mereka.

Hyunyoung menatap dirinya dicermin dihadapannya, amarahnya sangat memuncak. Ingin sekali dia memukul cermin itu untuk melampiaskan amarahnya namun tak dapat ia lakukan karena itu akan membuat semuanya semakin kacau.

"Mom, aku bukan kakak yang baik bukan? Aku tak kan pernah bisa menjadi kakak yang baik." Hyunyoung menatap sedih fotonya bersama ibunya saat masih kecil.

Kriingg.. kringg.. kriingg

Ponsel Hyunyoung tiba-tiba berdering.

"Yeoboseyo."

"Aku tahu kau sedang membutuhkan ku, cepatlah keluar! Aku didepan rumahmu."

"Mwo?" Hyunyoung dengan cepat membuka pintu balkon kamarnya dan menatap kebawah.

"Cepatlah, aku akan membeku jika kau terlalu lama." Hyunyoung mencari tali yang biasa ia gunakan jika keluar malam diam-diam. Dan dengan beberapa menit kini Hyunyoung sudah berada dibawah.

"Jung Daehyun, apa yang kau lakukan? Dasar bodoh." Hyunyoung memukul pelan kepala Daehyun.

"Aaww!" Teriakan Daehyun sontak membuat tangan Hyunyoung mendekap mulut Daehyun dengan cepat. Daehyun memperhatikan wajah Hyunyoung yang lebam itu dan mulai terlihat khawatir.

"Ayo pergi." Daehyun menarik lengan Hyunyoung.

Kini mereka berada disebuah lapangan sepak bola ditaman dekat rumah mereka. Mereka merebahkan tubuh mereka dirumput hijau yang sedikit basah karena embun malam itu, menatap kelangit yang indah dengan bintang dan bulan yang bersinar. Angin berhembus begitu dingin malam itu, Daehyun kedinginan tapi tidak dengan Hyunyoung yang terus menatap langit.

"Mengapa kau tahu bahwa aku sedang mendapat masalah?"

"Kau tahu, aku adalah pahlawan mu, apa kau lupa?"

"Ya, Daehyun My Hero."

"Ada masalah apa Hyunyoung, ceritakan padaku." Perlahan Hyunyoung bercerita tentang kejadian tadi pagi disekolahnya, Daehyun terus mendengarkan sambil memperhatikan wajah Hyunyoung yang sedang fokus menatap langit.

"Daehyun, apa aku bukan anak baik? Apa Daddy membenciku? Dia bilang aku memalukan. Apa benar seperti itu? Apa aku tak boleh menjadi diriku yang aku cintai ini? Mengapa Daddy selalu ingin merubahku menjadi seperti apa yg dia mau." Air mata Hyunyoung sudah tak mampu terbendung lagi, dia menangis sambil menatap langit. Perlahan Daehyun mendekati tubuh Hyunyoung dan merentangkan tangannya agar Hyunyoung bisa berada dipelukannya. Tanpa ragu, Hyunyoung menyambar tubuh Daehyun dan melampiaskan tangisannya dipelukan yang nyaman itu. Daehyun mengelus pelan rambut hitam Hyunyoung.

"Aniya, kau tetaplah menjadi dirimu yang sekarang Hyunyoung. Jangan berubah menjadi orang lain. Jangan takut, karena pelukanku, bahuku, diriku akan selalu menjadi tempat pelampiasan keluh kesahmu, Arraseo?" Hyunyoung hanya mengangguk dan masih terus menangis.

'Sebenarnya hatimu sangat lemah Hyunyoung, tapi kau hebat karena tak pernah sedikitpun menunjukkan kesedihanmu kepada orang-orang disekitarmu. Aku akan terus bersamamu, mendengar semua keluhanmu, dan menenangkanmu dari tangisanmu, karena itu adalah janjiku sejak aku mengenalmu.' Daehyun masih memeluk Hyunyoung.

"Aku akan mengajakmu pergi besok sepulang ku sekolah, oke?"

"Ne, terimakasih Daehyun."

"Selamat malam jagoan." Daehyun mencium pipi kanan Hyunyoung dan langsung berlari meninggalkan Hyunyoung yang masih terpaku akibat ulah Daehyun yang mendadak itu. Hyunyoung terus memegang pipi nya.

"Selama ini dia tak pernah melakukan hal konyol seperti ini. Ada apa dengannya? Dan mengapa hatiku berdebar tak menentu seperti ini." Hyunyoung mencoba melelapkan dirinya namun fikirannya masih dipenuhi oleh Daehyun.

Jung Daehyun adalah teman Hyunyoung sejak kecil, mereka tinggal di satu daerah yang sama hanya beda beberapa blok. Daehyun tak pernah sekalipun melihat Hyunyoung menangis waktu kecil, bahkan saat Hyunyoung terluka pun dia tidak menangis dihadapan Daehyun. Namun saat kecelakaan hebat itu terjadi, itu pertama kalinya Daehyun melihat Hyunyoung menangis. Kecelakaan yang membuat ibu Hyunyoung meninggal dunia. Dan sejak hari itu, Daehyun berjanji kepada Hyunyoung untuk bersedia menjadi tempat pelampiasan keluh kesahnya dan Hyunyoung boleh menangis sepuas hatinya didekat Daehyun. Sejak saat itu pula perasaan lebih Daehyun mulai muncul kepada Hyunyoung.

**

Mentari pagi menyinari jendela masing-masing rumah itu, Yongguk sang kepala suku dirumah itu sudah bersiap untuk berangkat bekerja. Dia sudah duduk dimeja makan rumahnya, menunggu ketiga anaknya turun dari kamarnya. Jaerim menuruni tangga bersamaan dengan Ahrin yang sudah siap dengan seragam sekolah mereka. Meja makan mereka terasa sunyi dan hampa tanpa kehadiran Hyunyoung yang tak ikut sarapan bersama. Ahrin dan Jaerim hanya terdiam tanpa berbicara sambil terus memakan roti isi mereka masing-masing.

"Kemana Hyunyoung?" Yongguk akhirnya memecahkan kesunyian itu.

"Sudah ku bangunkan, tapi dia tetap tidak beranjak dari kasurnya." Ahrin memang sudah membangunkan kakaknya sebelum turun.

"Anak itu sungguh keras kepala." Yongguk tidak menyelesaikan sarapannya lalu langsung naik keatas menuju kamar Hyunyoung. Dan dengan cepat Jaerim juga melesat mengikuti Yongguk keatas.

"Kau akan tahu betapa sakitnya Eonni hari ini Dad." Ahrin masih tetap duduk dikursinya sambil terus menikmati sarapannya.

"Hyunyoung! Cepat bangun!" Yongguk membuka pintu kamar Hyunyoung dengan kasar hingga mengejutkan Jaerim yang berada dibelakangnya. Yongguk menarik selimut Hyunyoung dan terlihat anaknya yang sedang meringkuk dan menggigil. Dengan cepat Jaerim mendekati kakaknya sambil memeluknya.

"Eonni, eonni. Apa yang terjadi padamu? Daddy, tubuhnya begitu panas. Sepertinya Eonni demam, ayo cepat bawa dia ke rumah sakit Daddy." Yongguk terkejut saat menyentuh dahi Hyunyoung yang begitu panas. Dengan cepat Yongguk membawanya turun kebawah, Jaerim masih terus mengikuti Yongguk yang menggendong Hyunyoung. Ahrin langsung bangkit dari duduknya dan mengikuti mereka kemobil.

"Eonni, bertahanlah." Jaerim memeluk Hyunyoung dan terus mengusap kepalanya.

"Ahrin Eonni, bukankah kau sempat membangunkannya? Mengapa kau tidak memberitahu kami?" Jaerim berbicara dengan Ahrin yang sedang membaca buku tanpa panik dengan keadaan kakaknya.

"Aku hanya ingin Daddy mengetahuinya sendiri, agar Daddy tahu bahwa Eonni  sudah menyesali perbuatannya." Yongguk yang mendengar perkataan anak keduanya itu langsung terdiam.

-Di rumah sakit-

Yongguk terpaksa tidak pergi kekantor karena khawatir dengan anak sulungnya itu. Ahrin dan Jaerim tetap dipaksa sekolah oleh ayahnya, Yongguk menunggu anaknya yang masih dalam perawatan. Beberapa menit kemudian pria berjubah putih itu keluar dari kamar rawat Hyunyoung.

"Anakmu baik-baik saja. Luka diwajahnya menyebabkan demam ditubuhnya, karena lukanya tak segera diobati. Dan sepertinya hatinya sangat tertekan itu karena sedari tadi dia bergumam 'Mianhae Daddy' itulah sebabnya dia menjadi sakit. Kau harus memperhatikan anakmu lagi setelah ini." Sang dokter membungkuk dan meninggalkan Yongguk. Hyunyoung terbaring lemah dengan selang infus yang menempel ditangannya dan luka memar diwajahnya.

"Hyunyoung, maafkan Daddy." Yongguk menangis menggenggam tangan Hyunyoung.

Bayangan putih melayang dibelakang Yongguk yang sedang menangis, disentuhnya bahu Yongguk dengan tubuhnya yang transaparan itu, Song Jieun -istrinya- tersenyum karena suaminya menyesali perbuatannya yang keras terhadap Hyunyoung.

Sementara Daehyun terus menghubungi ponsel Hyunyoung sepulang sekolah namun tak ada jawaban padahal kini Daehyun sedang berada didepan rumah Hyunyoung.

**
Ahrin disekolahnya lagi dan lagi berdebat dengan ketua osis disekolahnya, Yoo Youngjae.

"Bukankah lebih baik jika kegiatan bakti sosial ini kita lakukan secepatnya, mengapa ditunda lagi?" Ahrin terlihat begitu kecewa karena kegiatan yang dia ajukan dibatalkan oleh sang ketua osis yang lebih mengutamakan kegiatan pentas seni disekolahnya.

"Kita bisa lakukan itu setelah acara pensi selesai Ahrin." Beberapa anggota yang lain setuju pada pendapat Youngjae selaku ketua osis.

"Lupakan!" Ahrin keluar dari ruang rapat osis dengan amarahnya yang memuncak, dengan cepat Youngjae mengejar Ahrin.

"Lihat? Mereka melakukan hal itu lagi hari ini, Sekretaris marah dan ketua osis mengejarnya." Salah satu dari anggota osis yang lain sepertinya memang sudah terbiasa dengan kelakuan Youngjae dan Ahrin yang selalu berdebat disetiap rapat.

"Bang Ahrin, tunggu!" Youngjae mengejar Ahrin yang berjalan begitu cepat.

"Apa lagi?" Ahrin berbalik seketika saat Youngjae sudah dihadapannya namun tiba-tiba dia terkejut karena Youngjae begitu dekat dengannya. Keseimbangannya goyah karena terkejut, Youngjae dengan sigap menarik pinggang Ahrin agar tidak terjatuh, mata mereka bertemu dan saling memandang satu sama lain. Wajah Ahrin terlihat memerah, saat menyadarinya Ahrin langsung melepaskan diri dari dekapan Youngjae. Membenarkan letak kacamatanya dan langsung berlalu meninggalkan Youngjae yang juga masih terpaku.

Jaerim dikelasnya sedang mengecat kukunya, sesekali dia melihat ponselnya karena sedang menunggu kabar dari Yongguk tentang kakaknya.

"Jaerim, kakakmu sudah sadar. Nanti malam dia sudah diizinkan pulang, kau dan Ahrin cepatlah pulang dan jangan pergi setelah pulang sekolah, arraseo?" Jaerim yang begitu gembira langsung melompat kegirangan karena mendapat kabar baik mengenai kakaknya. Seketika suasana menjadi sepi karena ada seorang guru yang masuk. Terlihat semua siswa dikelas Jaerim kebingungan karena guru ini baru pertama kali memasuki kelas mereka. Sang guru pun memperkenalkan dirinya, Kim Sooyong. Dia adalah guru baru disekolah itu, pelajaran bahasa Jepang yang diajarkan olehnya.

"Kau, siapa namamu?"

"Ne? Ah Naneun Bang Jaerim Imnida." Jaerim seketika berdiri memperkenalkan dirinya karena sang guru menunjukkan dirinya.

"Apa yang kau gunakan?"

"Mwo?"

"Bersihkan cat dikuku mu itu, kau bahkan baru berada dikelas satu tapi begitu genit." Seketika semua siswa berbisik mentertawakannya. Jaerim dengan cepat keluar dari kelas itu dan berlari menuju kamar mandi. Diapun menangis didalam kamar mandi, ternyata disana ada Ahrin yang sedang melamun karena ulah Youngjae.

"Jaerim, Gwaenchana? Apa yang terjadi?"

"Aa..aku.. hiks.. aku disuruh membersihkan ini oleh guru baru bahasa jepang dikelasku." Jaerim menangis sambil membersihkan cat dikukunya.

"Guru bahasa jepang baru?"

"Ne."

"Yeoja atau Namja?"

"Yeoja." Jaerim menangis semakin kencang dan membuat Ahrin sedikit mengernyitkan alisnya.

"Dasar anak manja, sudah jangan menangis lagi. Nanti dirumah kan kamu bisa mewarnai kukumu sesuka hatimu."

"Tapi eonni.. ini melelahkan."

"Baik baik, kau bisa mengecat kuku ku juga setelah sampai dirumah. Tapi sekarang kumohon berhentilah menangis Jaerim."

"Jinjja?" Air mata Jaerim seakan habis diserap seketika dalam sekejap.

"Ayo kembali kekelasmu, atau kau akan ketinggalan pelajaran berharga itu."

"Oke." Jaerim mencium pipi Ahrin dan berhasil membuat Ahrin tersenyum melihat kelakuan adiknya itu.

"Heuh dasar anak manja."

Pelajaran bahasa jepang dikelas Jaerim sudah selesai dan kini waktunya sang guru baru pindah kekelas Ahrin dan memperkenalkan dirinya.

"Aku adalah guru bahasa jepang baru kalian. Hajimemashite Kim Sooyong Desu. Mulai hari ini aku yang akan memngajar mata pelajaran bahasa jepang kepada kalian. Jadi tolong ikuti mata pelajaran ini dengan baik." Sooyong, guru baru itu berucap dengan sangat dingin. Ahrin menatap guru baru itu dengan sangat tajam karena kejadian yang menimpa Jaerim tadi.

'Jadi inikah guru baru yang membuat adikku menangis?'

Sooyong yang merasa diperhatikan dengan tatapan menusuk oleh salah satu muridnya itu langsung menunjuknya.

"Kau! Gadis berkacamata! Siapa namamu?" Sooyong bertanya dengan nada yg sangat dingin.

"Na? Hajimemashite Bang Ahrin Imnida." Ahrin menjawab dengan tak kalah dinginnya.

"Oke Bang Ahrin, perhatikan dan jawab baik-baik pertanyaanku." Sooyong mulai menantang Ahrin dengan beberapa pertanyaan tentang bahasa jepang, namun Ahrin menjawab semua pertanyaan dengan cepat dan tanpa ragu, dan semua jawaban yang diberikan Ahrin sangat sempurna. Tidak diragukan karena dia memang juara kelas.

"Kau hebat." Sooyong memuji Ahrin karena puas dengan murid barunya yang sama-sama memiliki sifat dingin seperti dirinya.

**
Satu minggu berlalu dan kini Hyunyoung sudah dibolehkan memasuki sekolahnya lagi, dengan wajah yang masih sedikit lebam dia berjalan menunduk, masih tertempel plester dipipinya karena luka. Hyunyoung berjalan menunduk sambil memegangi ranselnya.

Brukk

Hyunyoung terjatuh karena menabrak seseorang.

"Gwaenchana?" Sooyong mencoba membangunkan Hyunyoung yang terjatuh, dia begitu khawatir saat melihat luka diwajah Hyunyoung.

"Ne, mianhae." Hyunyoung segera bangkit dan membungkuk meminta maaf.

"Bang Hyunyoung." Sooyong melihat Name tag yang digunakan Hyunyoung

"Ah Ne. Apa kau guru baru?"

"Ne, Kim Sooyong. Guru bahasa jepangmu yang baru."

"Ah, Arraseo." Hyunyoung tersenyum tipis dihadapan sang guru.

"Apa lukamu baik-baik saja? Kau murid yang diskors karena perkelahian itu? Apa kau sudah sembuh."

"Ne, gwaenchana." Sooyong dan Hyunyoung akhirnya berjalan bersama menuju kelas Hyunyoung dan Sooyong mengajar dikelas Hyunyoung pagi ini.

Jam istirahat tiba dikantin mereka sedang mengobrol sambil memakan makanan siang mereka.

"Ya, guru itu yang memarahiku karena aku mengecat kuku ku." Jaerim menceritakan tentang guru baru mereka Kim Sooyong.

"Dia tersenyum puas karena jawaban yang kuberikan atas pertanyaannya sangat sempurna." Ahrin tertawa puas menceritakan kisahnya.

"Dia baik, dia mengkhawatirkan ku saat pertama kali bertemu." Hyunyoung juga menceritakan kisahnya.

"Tapi dia juga membantuku untuk menyelesaikan tugasku dengan baik dikelas." Jaerim mulai memikirkan betapa baiknya Sooyoong. Kemudian mereka bertiga terdiam dan seperti memikirkan sesuatu hingga akhirnya mereka tersenyum bersama seolah mengetahui apa yang mereka fikirkan masing-masing.

"Bagaimana jika kita memperkenalkan Daddy kepada Saem? Jarang sekali bukan ada wanita seperti Saem yang memiliki berbagai sifat? Dibanding kita harus melihat beberapa wanita yang tidak jelas yang dikenalkan Daddy kepada kita." Hyunyoung tersenyum penuh arti.

"Tapi, kita belum tahu asal-usul dari Saem. Sebelum memperkenalkannya kepada Daddy bagaimana jika misi kita kali ini adalah mencari tahu segalanya tentang Saem." Ahrin berkata dengan dingin.

"Setuju, misi kita kali ini adalah memata-matai Saem." Hyunyoung masih dengan senyumannya. Jaerim juga setuju dengan yang disarankan Ahrin.

-To Be Continue-



Ini FF pertama bersama partner baruku :D maaf kalo membosankan atau terlalu mainstream .. kritik dan saran dibutuhkan :D terimakasih

2 komentar:

  1. Ini ff yang ama niki itu ya cl? Kata2nya rapi dan pendeskripsian karakter dari masing2 tokoh sangat jelas . Nice story dan ga mainstream kok. Please update soon. Fighting\(^o^)/

    BalasHapus