HURT
Kim Yoo Jung || Yoo Youngjae
(BAP)
Shin Jimin (AOA)
G&T
Mini Series || Sad, Romance,
Hurt
Author by NS. Youzza (youzza_nisarr)
Cover by Jumpinghimes
Hurt 6
Summary..
"Selir selamanya akan
menjadi selir dan takkan pernah menjadi permaisuri."
**
Aku menangis di dalam kamarku seharian.
Aku tak mampu keluar lagi ke dunia luar, rasanya hidupku kini sudah hancur dan
tak berbentuk lagi. Ibuku terus mengetuk pintu kamarku sepanjang hari ini,
terdengar suaranya yang begitu khawatir karena sejak kemarin malam hingga malam
ini aku tak sedikitpun beranjak dari kasurku. Tak tahu harus apa lagi karena
aku sudah kalah, sudah tak ada lagi yang bisa kuperjuangkan, usahaku selama ini
sia-sia mengingat kejadian kemarin malam yang menghancurkan hidupku.
Flashback
"Aku akan menikah dengan Jimin
bulan depan." Aku terdiam saat sebuah kalimat terucap dari mulut manisnya
itu.
"Chagi, bicaralah. Kau sudah
diam selama 15 menit."
Ya, aku memang hanya diam
menanggapi ucapan pria berparas tampan ini. Aku diam karena berharap semua ini
adalah mimpi buruk dalam tidurku.
"Chagi." Dekapan hangat
menjalar ke aliran darahku.
"Youngjae, apakah ini bukan
mimpi?"
"Chagi-ya, maafkan
aku."
"Youngjae, aku.. aku
kalah?" Air mataku tak dapat lagi kubendung setelah aku sadar bahwa semua
ini bukanlah mimpi buruk seperti keinginanku.
"Kim Yoo Jung, aku tak dapat
menolak semua ini. Sungguh sangat sulit, ada banyak hal yang harus kupertimbangkan.
Perusahaanku, karirku, keluargaku, Yoo Jung aku begitu penat. Kumohon bantu
aku."
"Youngjae, aku tak tahu harus
berbuat apa. Semua keputusan ada di tanganmu, kau yang harus memilih. Aku.. aku
sangat sakit." Tanpa berkata apapun aku beranjak meninggalkan Youngjae.
"Yoo Jung!" Aku tak
peduli dengan panggilannya, aku terus berlari dengan air mata yang mengalir semakin
deras. Udara begitu dingin, rasanya tubuhku melayang akibat berlari terlalu
cepat.
Flashback end.
"Yoo Jung, bukalah sayang.
Jangan seperti ini, kau belum makan dari kemarin. Ada masalah apa ceritakan
pada ibu." Aku yang tak tega mendengar rengekan ibu akhirnya membuka pintu
kamarku.
Kulihat ibu sangat terkejut
melihat penampilanku yang begitu kusut dan kusam, ibu langsung memelukku dan
membantuku untuk kembali merebahkan tubuh di kasur.
"Eomma." Aku merengek
pada ibu yang kini sedang mengelus pelan rambutku.
"Ceritakan apa yang
terjadi."
"Youngjae, dia.. dia akan
menikah bulan depan. Ibu.. usahaku sia-sia. Aku kalah ibu, aku kalah." Tangisanku pecah saat berada di pelukam malaikat penolongku ini.
"Astaga, sudahlah Yoo Jung. Dia
mungkin bukan jodohmu, jangan sesali apa yang sudah terjadi. Hidup itu selalu
berubah Yoo Jung, jika hari ini kau tersakiti maka esok hari kau akan bahagia.
Begitu juga sebaliknya, jika hari ini kau merasa senang maka esok hari kau bisa
merasakan kesedihan. Inilah hidup sayang, penuh perubahan."
"Tapi eomma.."
"Jangan menangis, tunjukkan
pada dunia bahwa kekalahan ini adalah sebuah kesuksesan yang akan membuatmu
merasa senang."
Ucapan ibu benar, meski sakit aku
harus terus menjalani hidupku.
Setelah tenang dan aku selesai
membersihkan tubuhku, aku membuka ponselku yang sejak kemarin tak kupedulikan.
Ada banyak panggilan tak terjawab, tentunya dari Youngjae. Dan ada banyak pesan
yang dia kirimkan untukku.
"Chagi maafkan aku."
"Chagi angkat teleponku, aku
ingin mendengar suaramu."
"Chagi apa kau baik-baik
saja. Kumohon angkat teleponku."
"Chagi lusa aku akan pergi
ke Australia selama satu minggu untuk mengerjakan pekerjaanku. Kuharap kau
mengangkat teleponku karena aku akan sibuk selama satu minggu kedepan."
Yaa seperti itulah pesan-pesan
dari pria yang sudah menghancurkan hidupku. Aku kembali melakukan kesalahan,
jatuh cinta pada orang yang salah.
Auhtor
POV
Youngjae
yang sejak kemarin terus mendatangi kediaman Yoo Jung, berdiri tanpa menekan bel rumah itu. Takut, itulah yang dia rasakan saat ini. Yoo Jung sudah melihat keberadaan Youngjae melalui balkon kamarnya, dia terus memperhatikan pria itu tanpa bergerak meski sesekali air
matanya menetes tanpa dia sadari. Cuaca mulai dingin dan suara petir mulai terdengar,
dan air hujan akhirnya menyerbu bersamaan tetesan yang lain dengan derasnya. Youngjae masih berdiri di
tempat yang sama sambil terus menundukan kepalanya, Yoo Jung mulai sedikit khawatir
dengan Youngjae yang mulai basah kuyup.
"Youngjae-ssi."
Yoo Jung menghampiri Youngjae dengan menadahkan payung biru di kepala Youngjae.
"Yoo
Jung."
Mereka
masih saling menatap tanpa berkata. Deras hujan dan suara petir mengantar
mereka dalam pandangan yang semakin dalam, mata Yoo Jung sudah bengkak akibat
menangis seharian penuh. Youngjae jelas dapat melihat kesedihan yang Yoo Jung
rasakan, mereka masih menatap satu sama lain dan semakin dalam. Tiba-tiba
Youngjae berlutut di hadapan Yoo Jung, karena terkejut Yoo Jung mundur satu
langkah. Pria itu masih terus berlutut di tengah derasnya hujan malam itu.
"Chagi,
Jeongmal mianhae. Aku, aku seperti pecundang bukan? Ya aku telah membuatmu
seperti ini, maafkan aku. Hanya itu yang dapat kuucapkan, aku sungguh malu tapi
aku tak bisa membiarkan hatimu sakit Yoo Jung. Aku tahu, kau mungkin tidak
percaya dengan semua ucapanku yang bilang kalau aku sangat mencintaimu. Semua
tak semudah yang kufikirkan, jika aku tak menikah dengan Jimin, mungkin bukan
hanya hidupku yang hancur. Tapi hidupmu dan juga keluargaku, Yoo Jung Jeongmal
mianhae."
Ucapan
Youngjae lagi-lagi membuat mata Yoo Jung banjir akan air mata. Tubuh Yoo Jung
bergetar, bukan karena kedinginan akibat hujan, lebih tepatnya karena kesakitan
yang begitu dahsyat di hatinya.
"Bangunlah!"
Yoo Jung akhirnya bicara setelah beberapa menit terdiam.
"Aku
takkan pergi sebelum kau memafkanku, jeball."
"Youngjae
bangunlah! Hentikan!" Tangisan Yoo Jung semakin pecah dengan luapan emosi.
Youngjae
mengalah dan akhirnya bangun. Youngjae tak mampu menatap raut kesedihan di mata
Yoo Jung dan dia menunduk malu.
"Youngjae,
pergilah!" Yoo Jung berbalik badan dan hendak pergi meninggalkan Youngjae.
Tanpa
ragu, Youngjae menarik tangan Yoo Jung dan mendekap dalam peluknya. Ya, pelukan
itu masih terasa hangat bagi Yoo Jung, dia juga larut dalam pelukan itu. Bahkan
tak peduli jika ia harus kebasahan.
Ibu
Yoo Jung memperhatikan mereka dari kamar Yoo Jung yang tirainya masih terbuka,
setetes air mata mengalir di pipinya. Mengingat bagaimana kisah cinta anaknya
tak pernah berhasil.
"Aku
sungguh minta maaf Yoo Jung. Besok aku akan pergi ke Australia, mungkin akan
super sibuk. Makanlah yang teratur dan jaga dirimu baik-baik." Youngjae
mengelus pelan rambut Yoo Jung dan mencium kenignya sebelum akhirnya pulang
dengan mobilnya. Sementara Yoo Jung masih terduduk lemas di depan pintu
rumahnya. Sang ibu keluar dan memeluk anaknya dengan erat memakai sebuah
handuk.
"Apa
aku harus membawamu pergi dari sini nak? Apa kita harus pindah hanya karena
lelaki itu?"
"Ani
eomma, gwaenchana." Yoo Jung terus berusaha terlihat kuat di hadapan sang
ibu.
Yoo
Jung kembali ke kamarnya, merebahkan tubuhnya yang lemas. Hanya itu yang bisa
ia lakukan saat ini. Sempat terlintas bayangan jika dia ingin meminta Youngjae
untuk menikahinya dan menyingkirkan Jimin tapi dia tak sanggup melakukan hal
konyol seperti itu. Lamunannya terhenti ketika ponselnya berbunyi tanda ada
masuknya sms.
"Kau
kalah! Yoo Jung terimakasih atas permainan yang kau lakukan ini menyenangkan
karena aku adalah pemenangnya." Yoo Jung meremas ponselnya setelah
menerima sms seperti itu, ya siapa lagi kalau bukan Jimin.
"Aku
harus apa Tuhan? Aku harus apa sekarang?"
**
1
minggu berlalu sejak kejadian itu, dan Youngjae benar hilang tak ada kabar
karena seingat Yoo Jung dia pergi ke Australia. Hidup Yoo Jung seakan begitu
datar kali ini, yang ia lakukan hanyalah diam di rumah dan sesekali keluar
hanya untuk membeli sesuatu. Ibunya sangat khawatir dengan yang terjadi saat
ini.
"Yoo
Jung, kenapa kau tidak mulai mencari pekerjaan baru? Agar kau lupa dengan pria
itu."
"Ne
eomma, aku akan mencarinya." Lesu, itulah keadaan Yoo Jung saat ini.
Yoo
Jung POV
Apa
aku bisa hidup tanpa dia? Tanpa sosok Youngjae di sisiku? Pertanyaan itu selalu
muncul dalam benakku. Aku terlalu pusing memikirkan semua itu, sudah 1 minggu
berlalu dan aku masih bisa bernafas tanpa ada dia disini. Ucapan eomma benar,
sebaiknya aku mencari pekerjaan baru untuk menyibukkan diriku. Karena hidup takkan mungkin berhenti hanya karena dirinya bukan.
Aku
bergegas untuk mencari temanku untuk menanyakan pekerjaan padanya. Di
perjalanan, aku bertemu dengan sosok pria yang sepertinya ku kenal, siapa dia?
Pria
dengan sweater biru yang melekat di tubuhnya, dengan earphone di telinganya.
Dia berjalan membawa sebuah tas berukuran laptop dan ku rasa isinya memang
sebuah laptop. Aku terus memperhatikan pria yang duduk tak jauh dariku, ya aku
kini sedang berada di sebuah kereta bawah tanah.
"Yoo
Jung." Pria itu memanggil namaku ketika mata kami bertatapan.
Pria
itu menghampiriku dan duduk di sebelahku, aku masih penasaran siapa dia dan
dimana aku melihatnya.
"Hey,
kau ingat aku? Kim Himchan, teman Youngjae. Kita pergi ke Paris bersama
beberapa waktu lalu."
Ah,
benar. Dia Himchan, orang yang mengetahui hubunganku dengan Youngjae dan dia
juga teman Jimin.
"Ah
ne." Seakan aku malas menanggapi Himchan kali ini.
"Apa
kau marah padaku? Karena waktu itu aku menanyakan soal hubunganmu dengan
Youngjae?"
"Mwo?
Ah ani."
"Kalau
begitu, kau ingin kemana? Boleh aku menemanimu?"
"Mwo?
A.. aku ingin kerumah temanku."
"Baiklah."
Sedikit ragu dengan penawaran yang dia berikan kepadaku. Mengapa dia ingin
menemaniku? Apa ada yang ingin dia bicarakan padaku? Kuputuskan untuk
menyetujui permintaannya.
Aku
berjalan bersama Himchan menuju rumah temanku.
"Hyerin."
"Himchan
Oppa." Betapa terkejutnya aku ketika mengetahui bahwa dunia begitu terasa
sempit. Himchan dan Hyerin -temanku- ternyata saling mengenal dan mereka
ternyata satu tempat kerja.
"Jadi
kalian berteman?" Himchan dan Hyerin hanya mengangguk bersama.
Kami
masuk dan mengobrol di dalam rumah Hyerin. Ternyata, Himchan adalah anak dari
bos tempat Hyerin bekerja. Sebuah perusahaan percetakan, tidak begitu besar
namun itu lumayan untuk orang yang sedang frustasi seperti ku. Tanpa ragu aku
langsung memberikan surat lamaran pekerjaanku kepada Himchan, dan dia bilang
akan menghubungiku secepatnya setelah dia berdiskusi dengan ayahnya selaku bos
di tempat itu.
Aku,
Himchan dan Hyerin masih bersama sepanjang hari. Tapi Himchan sama sekali tidak
membicarakan soal pernikahan Youngjae dengan Jimin. Apa dia tidak tahu soal itu? Atau dia hanya ingin melindungiku dari rasa sakit?
**
Author
POV
Yoo
Jung bangun dari tidurnya, ini hari pertamanya bekerja di percetakan itu. Yoo
Jung bangkit dan bersiap menghadapi dunia luar lagi mulai hari ini, itu mungkin berkat Himchan si pria yang sedikit menyebalkan menurut pandangan Yoo Jung. Dia menatap
lekat sosoknya di cermin. Tapi sialnya bayangan Youngjae yang muncul di
cermin itu.
"Aiishh!
Lupakan dia Yoo Jung! Lupakan!" Yoo Jung mengutuk dirinya sendiri.
Yoo
Jung melangkah keluar dengan pakaian casual yang melekat di tubuhnya. Sebuah
mobil sudah bertengger di depan rumahnya.
"Himchan."
Saat kaca mobil itu terbuka dan dia melihat siapa yang ada di dalamnya.
"Masuklah."
Sesaat Yoo Jung terkejut dengan apa yang ada di hadapannya.
- Di
perjalanan -
Suasana
hening menyelimuti mereka berdua hingga akhirnya Himchan yang memecahkan
keheningan itu.
"Yoo
Jung."
"Ne."
"Kau
sudah tahu soal Youngjae dan Jimin?"
Deg
!! Seketika jantung Yoo Jung seakan tertusuk pedang samurai yang tebal. dan kesimpulannya ternyata Himchan memang tahu soal pernikahan itu dan tidak ingin menyakiti hati Yoo Jung.
"Ya,
aku sudah tahu. Waeyo?"
"Ah
jeongmal mianhae."
"Gwaenchana."
Keheningan
menyelimuti mereka lagi. Meski banyak sekali pertanyaan yang ingin Himchan
tanyakan pada Yoo Jung tapi dia mengurungkan niatnya. Begitu pula dengan Yoo
Jung, dia masih belum sanggup menanyakan kabar dari pasangan itu.
Yoo
Jung mulai bekerja, dia mulai mengerjakan apa yang diperintahkan oleh
seniornya. Berusaha fokus dan tidak memikirkan Youngjae. Himchan yang
menatapnya dari kejauhan begitu merasakan kesakitan yang dirasakan Yoo Jung,
meski dia dan Yoo Jung tidak begitu dekat. Lamunan Himchan dikejutkan oleh
seorang karyawan yang memberitahukan bahwa ada seseorang yang datang untuk
bertemu dengannya. Himchan meninggalkan ruangan editing dan melangkah menuju
ruangannya.
"Hyung."
Himchan terkejut saat siapa orang yang menemuinya, Youngjae.
"Neo,
apa yang kau lakukan disini?" Ketakutan Himchan mulai menjalar di
tubuhnya.
"Apa
kau tidak merindukanku?"
"Ah
bukan seperti itu, karena tak biasanya kau menemuiku di kantor. Ah dimana
Jimin?"
"Dia
sedang di butik bersama eomma untuk memilih baju pengantin kami."
"Lalu
ada apa kau menemuiku? Bukankah kau sangat sibuk mengurusi pernihakanmu?"
"Aku
datang hanya untuk menanyakan janjimu waktu itu, masih ingat soal kau yang
ingin mempersiapkan undangan untuk pernikahaknku?"
"Ah
gomawo hyung. Kau harus mengerjakannya dengan cepat."
Seseorang
ada yang mengetuk pintu ruangan Himchan.
"Masuklah."
Dan
semua terkejut dengan siapa yang terlihat di balik pintu itu, Yoo Jung.
Dengan
ragu Yoo Jung melangkah masuk ke dalam ruangan Himchan. Terlihat tubuhnya yang
bergetar, dia mengalihkan pandangannya dari pria bernama Youngjae yang masih
terus memperhatikannya.
"Ini,
hasil editan yang kau tugaskan untukku. Mohon dilihat dan diperhatikan, terima
kasih." Yoo Jung melangkah mundur untuk cepat pergi dari ruangan itu.
Tangannya tergenggam oleh sentuhan hangat Youngjae, langkahnya 'pun terhenti.
Himchan tak mampu berkata, dia hanya menatap keduanya dalam diam. Mata Youngjae
yang sudah tergenang air mata itu terus menatap Yoo Jung.
"Maaf."
Yoo Jung berusaha melepaskan genggaman Youngjae dan berusaha menahan air
matanya.
"Yoo
Jung."
"Youngjae,
lepaskan." Himchan mencoba menghentikan keduanya.
Youngjae
menatap Himchan penuh arti lalu melepaskan genggamannya dari Yoo Jung. Dengan
cepat Yoo Jung berlalu dari ruangan itu.
Yoo
Jung terduduk lemas di kamar mandi dengan air mata yang mengalir deras.
"Apa
yang harus kulakukan? Mengapa dia tetap muncul dalam hidupku? Apa dia
benar-benar ingin membuatku mati?"
Sementara
Youngjae yang juga terlihat lemas menatap Himchan. Beribu pertanyaan muncul
dalam benak Youngjae.
"Youngjae,
hentikan! Jangan kau membuat Yoo Jung tersakiti lagi karena kehadiranmu. Jangan
kau buat dia terus larut dalam kesedihan. Harusnya kau menghilang, benar-benar
menghilang dari pandangannya."
Youngjae
hanya terdiam mendengar segala ucapan Himchan.
"Hyung,
jaga dia baik-baik. Aku pamit. Gomawo." Youngjae berlalu meninggalkan
kantor Himchan dengan tubuh yang masih bergetar.
Himchan
menghela nafasnya yang berat, benar yang dia fikirkan bahwa semua ini pasti
terjadi. Himchan mencari keberadaan Yoo Jung di kantornya, tapi dia menghilang.
Semua karyawan mulai panik dengan keberadaan Yoo Jung yang tiba-tiba
menghilang. Seorang karyawan menemukan tubuh Yoo Jung tergeletak di kamar
mandi. Dengan cepat Himchan mengangkat tubuhnya dan melaju ke rumah sakit
terdekat.
- Di
rumah sakit -
Himchan
panik menunggu hasil pemeriksaan dokter. Entah apa yang terjadi pada Himchan
tapi sepertinya Himchan mulai peduli dengan Yoo Jung.
"Dia
baik-baik saja, hanya perlu istirahat karena sepertinya dia sangat
tertekan." Itulah ucapan sang dokter yang baru keluar dari kamar Yoo Jung.
Himchan
terlihat begitu lega mendengar penjelasan dokter, Himchan memberanikan diri
untuk masuk ke dalam kamar pemeriksaan. Terlihat Yoo Jung yang terlelap dengan
wajah yang pucat, perlahan Himchan mendekati tubuh Yoo Jung. Himchan duduk di
samping Yoo Jung dan menatapnya dalam diam.
"Yoo
Jung. Berhentilah!" Himchan menggenggam tangan mungil Yoo Jung. Seketika Yoo
Jung mulai membuka matanya.
"Himchan."
Yoo Jung mencoba bangkit dari tidurnya dan Himchan membantunya.
"Istirahatlah
Yoo Jung. Kau boleh izin tidak masuk besok jika kau masih merasa tidak enak
badan."
"Apa
yang terjadi padaku?" Himchan diam dan tak menjawab apapun. Yoo Jung tampak
aneh melihat ekspresi yang Himchan tunjukkan padanya. Perlahan Himchan menatap
mata Yoo Jung dan menggenggam tangannya lagi. Yoo Jung terkejut saat Himchan
memperlakukannya dengan baik.
"Hentikan!
Kumohon Yoo Jung." Yoo Jung masih terdiam seribu bahasa mendengar satu
kalimat yang Himchan ucapkan.
"Berhentilah
mencintai Youngjae. Lupakan dia! Anggap saja dia tidak ada lagi di dunia ini.
Jangan terus menyakiti hatimu sendiri. Yoo Jung, aku hanya tidak ingin melihat
pernikahan sahabatku menjadi sebuah kejahatan karena membuatmu tersakiti."
Yoo Jung tak sanggup lagi membendung air matanya saat Himchan berkata seolah
dia penyebab hubungan Jimin dan Youngjae berantakan. Yoo Jung menahan
amarahnya, ini sepenuhnya bukan salah Yoo Jung tapi dia juga tidak sepenuhnya
menyalahkan Youngjae. Himchan berlalu meninggalkan Yoo Jung yang masih menangis
karena ucapannya. Himchan berdiri di depan pintu kamar pemeriksaan dan kemudian
air matanya juga jatuh tak tertahankan.
"Maafkan
aku Yoo Jung. Aku hanya tidak ingin melihatmu terluka lagi."
Yoo
Jung masih memikirkan kata-kata Himchan. Kini Yoo Jung sudah kembali ke
rumahnya dan meninggalkan rumah sakit itu.
**
Setelah beberapa hari berlalu, badai kembali menerjang kehidupan Yoo Jung yang mulai
kembali normal. Yoo Jung mendapat tugas baru dari kepala tim editing untuk
membuat hasil undangan pernikahan seunik mungkin. Undangan pernikahan untuk
Youngjae dan Jimin, seolah dia ingin menghancurkan undangan mereka tapi Yoo
Jung masih mengontrol amarahnya. Himchan yang mengetahui bahwa undangan
Youngjae dikerjakan oleh Yoo Jung langsung memarahi kepala tim editing. Tapi
semua sia-sia karena hanya Yoo Jung yang tidak punya tugas individu, sedangkan
yang lain sudah memiliki tugas masing-masing. Himchan merasa sedikit frustasi
saat mengetahui kenyataan ini. Himchan hanya mampu menatap Yoo Jung yang masih
terpaku menatap layar komputernya tanpa bergerak, dia harus mengerjakan tugas
yang diberikan kepala tim editing. Tapi hatinya, apa bisa dia mencoba menahan
hatinya agar tidak tersakiti lagi?
"Yoo
Jung, apa kau sudah makan? Ayo makan bersamaku." Himchan menghampiri Yoo
Jung dan membuyarkan segala lamunannya.
"Mwo?
Ah ani bos. Aku sedang tidak berselera makan. Mianhae." Yoo Jung
membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat kepada bosnya dan berlalu meninggalkannya.
Tak ada tempat tujuan Yoo Jung selain kamar mandi. Dia menatap dalam
bayangannya di cermin yang sedang menangis.
"Kau
harus profesional, jangan fikirkan mereka lagi. Mereka sudah bahagia Yoo Jung,
ya benar mereka sudah bahagia." Yoo Jung menguatkan dirinya agar tidak
terbawa oleh suasana hatinya.
Dia
kembali ke mejanya dan mulai mengerjakan undangan untuk Youngjae dan Jimin. Dia
mengeditnya dengan sempurna, campuran warna putih dan merah. Putih untuk suci
dan merah untuk cinta, cinta yang suci. Harusnya itu undangan yang disiapkan
untuk pernikahannya kelak tapi ide itu dia berikan untuk mantan kekasihnya yang
masih sangat dia cintai. Meski dia mengatakan tidak apa-apa tapi sesekali dia
meneteskan air mata saat melihat foto pra-wedding mereka yang harus diikut
sertakan dalam undangan.
Yoo Jung
berjalan memasuki biliknya lagi dan mulai mengerjakan apa yang diperintahkan bosnya, dia mulai membuka folder-folder dalam flashdisk nya. Menghela nafasnya yang berat dan mulai mengedit serapih mungkin.
Yoo Jung POV
Mungkin ini adalah ujian terberatku dalam hidup, bahkan aku sudah merelakan orang yang aku cintai kepada pemilik yang seharusnya dan sekarang aku juga merelakan konsep untuk undangan pernikahanku kepada orang itu juga. Entah ini karma atau semacamnya tapi aku harus melanjutkan hidupku.
Aku membuat beberapa konsep untuk disetujui oleh bosku, Beberapa konsep sudah dipilih dan sialnya aku harus ikut bertemu dengan calon pengantin untuk menyetujuinya juga. Baik, inilah kenyataannya aku akan mencoba menerimanya meski banyak kemungkinan yang akan aku terima saat menghadapi mereka berdua. Himchan juga dengan senang hati ingin menemaniku menemui mereka berdua. Siang ini di sebuah cafe terdekat aku dan Himchan menghampiri mereka yang sudah menunggu di ujung sana.
"Gwaenchana?" Seolah Himchan dapat membaca fikiranku saat ini. Aku hanya berdehem untuk menanggapinya.
Kami menghampiri mereka dan tepat dugaanku bahwa mata mereka melebar saat aku datang bersaamaan denga Himchan, kehadiranku pasti tidak diinginkan oleh mereka. Aku menyapa mereka dengan formal layaknya rekan kerja.
"Oppa, mengapa wanita ini ada di sini?" Ucapan tajam Jimin langsung tepat sasaran di dalam hatiku dan aku menahannya. Himchan menjelaskan bahwa aku adalah rekan kerjanya dan akulah si pembuat konsep itu. Tidak masalah atas kesakitan yang ku rasakan saat ini, yang ku tahu aku sudah bekerja secara profesional. Aku dapat merasakan lirikan Youngjae terhadapku tapi aku tidak mengubrisnya, sudah cukup aku dibilang perusak hubungan orang.
"Aku suka yang ini." Tepat dugaanku, gadis manja ini pasti memilih konsep dengan warna merah dan putih milikku. Merah yang menandakan cinta yang indah dan putih menandakan kesucian. Dengan bunga mawar putih yang mengihasi sisi undangan itu. Burung merpati putih juga kuletakkan diantara nama mereka.
"Bagaimana Youngjae?" Dengan sikapnya yang selalu manja Jimin meminta calon pengantin prianya untuk menyetujuinya. Tapi Youngjae tidak langsung menjawab, sepertinya fikirannya melayang kemana-mana meski raganya ada di hadapan kami.
"Youngjae." Sekali lagi Jimin memanggilnya dan akhirnya ruhnya kembali kepada raganya.
"Ya, aku suka." Akhirnya setelah selama satu jam aku menjelaskan tentang konsep ini dengan hati dan batin yang tertekan, terpilihlah konsep yang paling kusukai. Aku dan Himchan pamit meninggalkan mereka yang tidak langsung pergi.
"Mau makan sesuatu?" Himchan masih saja bisa membaca fikiranku. Aku mengajaknya ke taman, coba tebak ini adalah taman itu lagi. Terulang kembali ingatanku tentang kebahagiaan yang singkat itu. Aku membeli Ice Cream, Himchan tentu terkekeh melihat tingkahku yang kekanakan, aku tidak permasalahkannya karena hanya dengan seperti ini aku merasa hidupku kembali bahagia.
"Apa kau mau datang ke pernikahan mereka?" Kali ini Himchan tidak bisa menebak isi hati dan fikiranku.
"Entahlah, mungkin tidak."
"Yoo Jumg, apa kau masih.. emm.. kau tahu maksudku kan?"
"Aku tidak tahu."
"Life must go on. Hanya itu yang mungkin bisa aku ucapkan padamu." Ucapannya benar, aku harus tetap menjalani hidupku.
Himchan mengantarku pulang dengan selamat, dan aku hanya mengucapkan selamat tinggal dan terima kasih sebagaimana mestinya.
Ucapan Himchan masih terbayang di fikiranku, apa aku harus pergi ke pernikahan mereka? Apa aku harus lari dari kenyataan? Apa aku harus melihat mereka berjanji suci di depan Tuhan? Entahlah.
Author POV
Hari itu tiba, Himchan sudah rapih dengan jas hitamnya.
"Siap menghadapi dunia yang baru?" Seorang gadis cantik menenggelamkan lengannya pada lengan Himchan.
"Aku siap." Yoo Jung dengan gaun putih yang cantik, dan sedikit perhiasan di kepalanya. Himchan mengajak Yoo Jung ke ruangan pengantin pria.
"Kau."
"Aku akan kembali nanti, jangan teteskan air matamu yang berharga lagi, Arraseo?" Yoo Jung menganggukan kepalanya bertanda dia mengerti.
"Selamat." Dengan susah payah Yoo Jung melebarkan senyumnya.
"Mengapa kau datang? Seharusnya kau tidak memaksakan diri seperti ini." Youngjae ternyata masih menyimpan sejuta rasa cinta pada gadis berparas manis ini.
"Hidup itu tak selamanya menyedihkan Youngjae. Ini adalah hari pernikahanmu, jangan mengacaukannya." Youngjae masih menunduk malu karena sifatnya yang labil terhadap Yoo Jung.
"Maafkan aku tidak bisa menepati janjiku, aku selalu berjanji bahwa kau akan menang dan ternyata kau kalah. Maafkan aku yang datang ke kehidupamu hanya menyakitimu, Yoo Jung-" Ucapan Youngjae berhenti saat sebuah sentuhan manis melesat di bibirnya. Lipstick yang rasanya seperti strawberry terasa kuat di lidahnya. Youngjae menikmatinya dan begitu juga Yoo jung. Berbagai argumentasi dengan kata-kata seandainya muncul di fikiran mereka.
'Seandainya saja aku tidak di lahirkan sebagai anak dari pengusaha terkenal, seandainya aku bertemu denganmu lebih dulu. Seandainya aku di beri pilihan yang baik dari orang tuaku.'
'Seandainya aku dapat melakukan sesuatu yang berharga untukmu saat ini Youngjae,'
Tanpa mereka sadari ibu Youngjae mengintip anaknya yang sedang berciuman dengan wanita lain, dia tahu bahwa itu adalah Yoo Jung, karena Youngjae pernah beberapa kali menunjukkan fotonya. Hati seorang ibu terasa hancur jika melihat anaknya menikah bukan atas dasar cinta. Ibu Youngjae kembali menutup pintu itu dan kembali ke Gereja dimana janji suci akan diucaokan oleh anak tunggalnya.
"Aku pergi." Dengan langkah berat Yoo Jung pergi meninggalkan ruangan itu begitu juga dengan Youngjae. Himchan kembali dan menyampirkan tangan mungil Yoo Jung di lengannya.
"Gwaenchana?" Yoo Jung hanya berdehem. Mereka berdua memasuki ruangan penuh keheningan itu, dia melihat Youngjae yang sudah berdiri di altar sedang menunggu pengantin wanitanya datang.
Ribuan pedang menghujam jantung Yoo Jung saat melihat wanita bergaun putih yang cantik memasuki Gereja dan berjalan dengan anggunnya menuju altar. Youngjae menyambut tangan Jimin yang diberikan oleh sang ayah dengan tersenyum. Mereka mulai mengucapkan janji suci sehidup semati dan saling melingkarkan cincin emas di jari manis mereka. Yoo Jung mengalihkan pandangannya saat mereka mulai berciuman, Himchan langsung menutup wajahnya di dalam dadanya. Setelah semua terlihat bahagia Jimin melihat sosok Yoo Jung yang berjalan bersama Himchan.
"Yoo Jumg!" Semua tentu terkejut dengan panggilan si pengantin wanita itu tak heran juga jika yang dipanggil ikut terkejut. Jimin turun dari altar dan menghampiri Yoo Jung yang hendak pergi.
"Terima kasih." Jimin memeluk tubuh Yoo Jung yang bergetar, tangannya Yoo Jung juga tak lepas dari genggaman Himchan.
"Maaf jika aku egois sampai seperti ini dan menyakitimu, tapi aku berterima kasih karena kau tidak melakukan apapun sampai saat ini. Slir akan selamanya menjadi selir dan takkan pernah menjadi permaisuri." Bisikan terakhit Jimin membuat Yoo Jung terhenyak.
Jimin dan Youngjae melanjutkan pernikahan mereka, Himchan danYoo Jung pergi dari tempat itu.
**
Yoo Jung POV
Mentari pagi ini menghangatkan tubuhku, burung berkicau indah seperti langit biru pagi ini. Aku berdiri di balkon kamarku, ada seseorang di luar sana. Aku jelas tahu siapa pria yang sudah menghampiriku pagi ini dan berdiri di depan gerbang rumahku. Tanpa ragu aku langsung pergi menuju pria itu.
"Sudah siap?" Ya tentu aku siap sekarang dengan paras cantik yang ku miliki pagi ini.
Kami pergi ke sebuah cafe. di sana sudah ada sepasang suami istri yang menunggu kami.
"Kalian sudah menunggu lama?" Kim Himchan, ya pria di sampingku ini sekarang mungkin bisa dibilang sebagai cinta sejatiku menggantikan seseorang di hadapanku.
"Yoo Jung, sudah hampir satu tahun mungkin kita tidak bertemu ya." Jimin, wanita yang dulu menjadi rival ku sekarang menjadi sahabatku lagi, Youngje yang menjadi suami baik untuk Jimin juga menjadi sahabtku.
Ya, beginilah hidup. Tak ada yang perlu disesali oleh takdir yang datang menimpa kita, karena Tuhan pasti punya rencana yang lebih indah bukan? Seperti saat ini aku dan Himchan akan mengucapkan janji suci minggu depan itulah mengapa kami bertemu dengan Jimin dan Youngjae untuk membicarakan ini. Aku sempat frustasi menghadapi dunia tapi di lain sisi ada seseorang yang membantuku melewati masa sulit itu. Siapa yang menyangka jika takdir bisa sangat kejam dan juga sangat baik. Jujur saja meski paras Youngjae dan senyumnya masih membuat hatiku bergetar tapi aku harus melawan itu semua dengan senyum manis yang dimiliki kekasihku Kim Himchan.
Kata-kata yang dibisikkan Jimin terakhir kali padaku memang benar, aku tidak akan pernah menjadi permaisuri di hidup Youngjae karena aku datang hanya sebagai selir, tapi aku akan menjadi permaisuri di kehidupan Himchan karena aku datang sebagai permaisuri di hidupnya.
---- THE END ----
Mianhae gaessss ,, mungkin kalian sudah lupa dengan kisah yang absurd ini. Dan seperti inilah endingnya. Gomawo readers :)
'Seandainya aku dapat melakukan sesuatu yang berharga untukmu saat ini Youngjae,'
Tanpa mereka sadari ibu Youngjae mengintip anaknya yang sedang berciuman dengan wanita lain, dia tahu bahwa itu adalah Yoo Jung, karena Youngjae pernah beberapa kali menunjukkan fotonya. Hati seorang ibu terasa hancur jika melihat anaknya menikah bukan atas dasar cinta. Ibu Youngjae kembali menutup pintu itu dan kembali ke Gereja dimana janji suci akan diucaokan oleh anak tunggalnya.
"Aku pergi." Dengan langkah berat Yoo Jung pergi meninggalkan ruangan itu begitu juga dengan Youngjae. Himchan kembali dan menyampirkan tangan mungil Yoo Jung di lengannya.
"Gwaenchana?" Yoo Jung hanya berdehem. Mereka berdua memasuki ruangan penuh keheningan itu, dia melihat Youngjae yang sudah berdiri di altar sedang menunggu pengantin wanitanya datang.
Ribuan pedang menghujam jantung Yoo Jung saat melihat wanita bergaun putih yang cantik memasuki Gereja dan berjalan dengan anggunnya menuju altar. Youngjae menyambut tangan Jimin yang diberikan oleh sang ayah dengan tersenyum. Mereka mulai mengucapkan janji suci sehidup semati dan saling melingkarkan cincin emas di jari manis mereka. Yoo Jung mengalihkan pandangannya saat mereka mulai berciuman, Himchan langsung menutup wajahnya di dalam dadanya. Setelah semua terlihat bahagia Jimin melihat sosok Yoo Jung yang berjalan bersama Himchan.
"Yoo Jumg!" Semua tentu terkejut dengan panggilan si pengantin wanita itu tak heran juga jika yang dipanggil ikut terkejut. Jimin turun dari altar dan menghampiri Yoo Jung yang hendak pergi.
"Terima kasih." Jimin memeluk tubuh Yoo Jung yang bergetar, tangannya Yoo Jung juga tak lepas dari genggaman Himchan.
"Maaf jika aku egois sampai seperti ini dan menyakitimu, tapi aku berterima kasih karena kau tidak melakukan apapun sampai saat ini. Slir akan selamanya menjadi selir dan takkan pernah menjadi permaisuri." Bisikan terakhit Jimin membuat Yoo Jung terhenyak.
Jimin dan Youngjae melanjutkan pernikahan mereka, Himchan danYoo Jung pergi dari tempat itu.
**
Yoo Jung POV
Mentari pagi ini menghangatkan tubuhku, burung berkicau indah seperti langit biru pagi ini. Aku berdiri di balkon kamarku, ada seseorang di luar sana. Aku jelas tahu siapa pria yang sudah menghampiriku pagi ini dan berdiri di depan gerbang rumahku. Tanpa ragu aku langsung pergi menuju pria itu.
"Sudah siap?" Ya tentu aku siap sekarang dengan paras cantik yang ku miliki pagi ini.
Kami pergi ke sebuah cafe. di sana sudah ada sepasang suami istri yang menunggu kami.
"Kalian sudah menunggu lama?" Kim Himchan, ya pria di sampingku ini sekarang mungkin bisa dibilang sebagai cinta sejatiku menggantikan seseorang di hadapanku.
"Yoo Jung, sudah hampir satu tahun mungkin kita tidak bertemu ya." Jimin, wanita yang dulu menjadi rival ku sekarang menjadi sahabatku lagi, Youngje yang menjadi suami baik untuk Jimin juga menjadi sahabtku.
Ya, beginilah hidup. Tak ada yang perlu disesali oleh takdir yang datang menimpa kita, karena Tuhan pasti punya rencana yang lebih indah bukan? Seperti saat ini aku dan Himchan akan mengucapkan janji suci minggu depan itulah mengapa kami bertemu dengan Jimin dan Youngjae untuk membicarakan ini. Aku sempat frustasi menghadapi dunia tapi di lain sisi ada seseorang yang membantuku melewati masa sulit itu. Siapa yang menyangka jika takdir bisa sangat kejam dan juga sangat baik. Jujur saja meski paras Youngjae dan senyumnya masih membuat hatiku bergetar tapi aku harus melawan itu semua dengan senyum manis yang dimiliki kekasihku Kim Himchan.
Kata-kata yang dibisikkan Jimin terakhir kali padaku memang benar, aku tidak akan pernah menjadi permaisuri di hidup Youngjae karena aku datang hanya sebagai selir, tapi aku akan menjadi permaisuri di kehidupan Himchan karena aku datang sebagai permaisuri di hidupnya.
---- THE END ----
Mianhae gaessss ,, mungkin kalian sudah lupa dengan kisah yang absurd ini. Dan seperti inilah endingnya. Gomawo readers :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar