Minggu, 23 Agustus 2015

HURT VI



HURT
Kim Yoo Jung || Yoo Youngjae (BAP)
Shin Jimin (AOA)
G&T
Mini Series || Sad, Romance, Hurt
Author by NS. Youzza (youzza_nisarr)
Cover by Jumpinghimes
Hurt 6

Summary..

"Selir selamanya akan menjadi selir dan takkan pernah menjadi permaisuri."


**

Aku menangis di dalam kamarku seharian. Aku tak mampu keluar lagi ke dunia luar, rasanya hidupku kini sudah hancur dan tak berbentuk lagi. Ibuku terus mengetuk pintu kamarku sepanjang hari ini, terdengar suaranya yang begitu khawatir karena sejak kemarin malam hingga malam ini aku tak sedikitpun beranjak dari kasurku. Tak tahu harus apa lagi karena aku sudah kalah, sudah tak ada lagi yang bisa kuperjuangkan, usahaku selama ini sia-sia mengingat kejadian kemarin malam yang menghancurkan hidupku.


Flashback

"Aku akan menikah dengan Jimin bulan depan." Aku terdiam saat sebuah kalimat terucap dari mulut manisnya itu.

"Chagi, bicaralah. Kau sudah diam selama 15 menit."

Ya, aku memang hanya diam menanggapi ucapan pria berparas tampan ini. Aku diam karena berharap semua ini adalah mimpi buruk dalam tidurku.

"Chagi." Dekapan hangat menjalar ke aliran darahku.

"Youngjae, apakah ini bukan mimpi?"

"Chagi-ya, maafkan aku."

"Youngjae, aku.. aku kalah?" Air mataku tak dapat lagi kubendung setelah aku sadar bahwa semua ini bukanlah mimpi buruk seperti keinginanku.

"Kim Yoo Jung, aku tak dapat menolak semua ini. Sungguh sangat sulit, ada banyak hal yang harus kupertimbangkan. Perusahaanku, karirku, keluargaku, Yoo Jung aku begitu penat. Kumohon bantu aku."

"Youngjae, aku tak tahu harus berbuat apa. Semua keputusan ada di tanganmu, kau yang harus memilih. Aku.. aku sangat sakit." Tanpa berkata apapun aku beranjak meninggalkan Youngjae.

"Yoo Jung!" Aku tak peduli dengan panggilannya, aku terus berlari dengan air mata yang mengalir semakin deras. Udara begitu dingin, rasanya tubuhku melayang akibat berlari terlalu cepat.

Flashback end.

"Yoo Jung, bukalah sayang. Jangan seperti ini, kau belum makan dari kemarin. Ada masalah apa ceritakan pada ibu." Aku yang tak tega mendengar rengekan ibu akhirnya membuka pintu kamarku.

Kulihat ibu sangat terkejut melihat penampilanku yang begitu kusut dan kusam, ibu langsung memelukku dan membantuku untuk kembali merebahkan tubuh di kasur.

"Eomma." Aku merengek pada ibu yang kini sedang mengelus pelan rambutku.

"Ceritakan apa yang terjadi."

"Youngjae, dia.. dia akan menikah bulan depan. Ibu.. usahaku sia-sia. Aku kalah ibu, aku kalah." Tangisanku pecah saat berada di pelukam malaikat penolongku ini.

"Astaga, sudahlah Yoo Jung. Dia mungkin bukan jodohmu, jangan sesali apa yang sudah terjadi. Hidup itu selalu berubah Yoo Jung, jika hari ini kau tersakiti maka esok hari kau akan bahagia. Begitu juga sebaliknya, jika hari ini kau merasa senang maka esok hari kau bisa merasakan kesedihan. Inilah hidup sayang, penuh perubahan."

"Tapi eomma.."

"Jangan menangis, tunjukkan pada dunia bahwa kekalahan ini adalah sebuah kesuksesan yang akan membuatmu merasa senang."

Ucapan ibu benar, meski sakit aku harus terus menjalani hidupku.

Setelah tenang dan aku selesai membersihkan tubuhku, aku membuka ponselku yang sejak kemarin tak kupedulikan. Ada banyak panggilan tak terjawab, tentunya dari Youngjae. Dan ada banyak pesan yang dia kirimkan untukku.

"Chagi maafkan aku."

"Chagi angkat teleponku, aku ingin mendengar suaramu."

"Chagi apa kau baik-baik saja. Kumohon angkat teleponku."

"Chagi lusa aku akan pergi ke Australia selama satu minggu untuk mengerjakan pekerjaanku. Kuharap kau mengangkat teleponku karena aku akan sibuk selama satu minggu kedepan."

Yaa seperti itulah pesan-pesan dari pria yang sudah menghancurkan hidupku. Aku kembali melakukan kesalahan, jatuh cinta pada orang yang salah.

Auhtor POV

Youngjae yang sejak kemarin terus mendatangi kediaman Yoo Jung, berdiri tanpa menekan bel rumah itu. Takut, itulah yang dia rasakan saat ini. Yoo Jung sudah melihat keberadaan Youngjae melalui balkon kamarnya, dia terus memperhatikan pria itu tanpa bergerak meski sesekali air matanya menetes tanpa dia sadari. Cuaca mulai dingin dan suara petir mulai terdengar, dan air hujan akhirnya menyerbu bersamaan tetesan yang lain dengan derasnya. Youngjae masih berdiri di tempat yang sama sambil terus menundukan kepalanya, Yoo Jung mulai sedikit khawatir dengan Youngjae yang mulai basah kuyup.

"Youngjae-ssi." Yoo Jung menghampiri Youngjae dengan menadahkan payung biru di kepala Youngjae.

"Yoo Jung."

Mereka masih saling menatap tanpa berkata. Deras hujan dan suara petir mengantar mereka dalam pandangan yang semakin dalam, mata Yoo Jung sudah bengkak akibat menangis seharian penuh. Youngjae jelas dapat melihat kesedihan yang Yoo Jung rasakan, mereka masih menatap satu sama lain dan semakin dalam. Tiba-tiba Youngjae berlutut di hadapan Yoo Jung, karena terkejut Yoo Jung mundur satu langkah. Pria itu masih terus berlutut di tengah derasnya hujan malam itu.

"Chagi, Jeongmal mianhae. Aku, aku seperti pecundang bukan? Ya aku telah membuatmu seperti ini, maafkan aku. Hanya itu yang dapat kuucapkan, aku sungguh malu tapi aku tak bisa membiarkan hatimu sakit Yoo Jung. Aku tahu, kau mungkin tidak percaya dengan semua ucapanku yang bilang kalau aku sangat mencintaimu. Semua tak semudah yang kufikirkan, jika aku tak menikah dengan Jimin, mungkin bukan hanya hidupku yang hancur. Tapi hidupmu dan juga keluargaku, Yoo Jung Jeongmal mianhae."

Ucapan Youngjae lagi-lagi membuat mata Yoo Jung banjir akan air mata. Tubuh Yoo Jung bergetar, bukan karena kedinginan akibat hujan, lebih tepatnya karena kesakitan yang begitu dahsyat di hatinya.

"Bangunlah!" Yoo Jung akhirnya bicara setelah beberapa menit terdiam.

"Aku takkan pergi sebelum kau memafkanku, jeball."

"Youngjae bangunlah! Hentikan!" Tangisan Yoo Jung semakin pecah dengan luapan emosi.

Youngjae mengalah dan akhirnya bangun. Youngjae tak mampu menatap raut kesedihan di mata Yoo Jung dan dia menunduk malu.

"Youngjae, pergilah!" Yoo Jung berbalik badan dan hendak pergi meninggalkan Youngjae.

Tanpa ragu, Youngjae menarik tangan Yoo Jung dan mendekap dalam peluknya. Ya, pelukan itu masih terasa hangat bagi Yoo Jung, dia juga larut dalam pelukan itu. Bahkan tak peduli jika ia harus kebasahan.

Ibu Yoo Jung memperhatikan mereka dari kamar Yoo Jung yang tirainya masih terbuka, setetes air mata mengalir di pipinya. Mengingat bagaimana kisah cinta anaknya tak pernah berhasil.

"Aku sungguh minta maaf Yoo Jung. Besok aku akan pergi ke Australia, mungkin akan super sibuk. Makanlah yang teratur dan jaga dirimu baik-baik." Youngjae mengelus pelan rambut Yoo Jung dan mencium kenignya sebelum akhirnya pulang dengan mobilnya. Sementara Yoo Jung masih terduduk lemas di depan pintu rumahnya. Sang ibu keluar dan memeluk anaknya dengan erat memakai sebuah handuk.

"Apa aku harus membawamu pergi dari sini nak? Apa kita harus pindah hanya karena lelaki itu?"

"Ani eomma, gwaenchana." Yoo Jung terus berusaha terlihat kuat di hadapan sang ibu.

Yoo Jung kembali ke kamarnya, merebahkan tubuhnya yang lemas. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini. Sempat terlintas bayangan jika dia ingin meminta Youngjae untuk menikahinya dan menyingkirkan Jimin tapi dia tak sanggup melakukan hal konyol seperti itu. Lamunannya terhenti ketika ponselnya berbunyi tanda ada masuknya sms.

"Kau kalah! Yoo Jung terimakasih atas permainan yang kau lakukan ini menyenangkan karena aku adalah pemenangnya." Yoo Jung meremas ponselnya setelah menerima sms seperti itu, ya siapa lagi kalau bukan Jimin.

"Aku harus apa Tuhan? Aku harus apa sekarang?"


**

1 minggu berlalu sejak kejadian itu, dan Youngjae benar hilang tak ada kabar karena seingat Yoo Jung dia pergi ke Australia. Hidup Yoo Jung seakan begitu datar kali ini, yang ia lakukan hanyalah diam di rumah dan sesekali keluar hanya untuk membeli sesuatu. Ibunya sangat khawatir dengan yang terjadi saat ini.

"Yoo Jung, kenapa kau tidak mulai mencari pekerjaan baru? Agar kau lupa dengan pria itu."

"Ne eomma, aku akan mencarinya." Lesu, itulah keadaan Yoo Jung saat ini.


Yoo Jung POV

Apa aku bisa hidup tanpa dia? Tanpa sosok Youngjae di sisiku? Pertanyaan itu selalu muncul dalam benakku. Aku terlalu pusing memikirkan semua itu, sudah 1 minggu berlalu dan aku masih bisa bernafas tanpa ada dia disini. Ucapan eomma benar, sebaiknya aku mencari pekerjaan baru untuk menyibukkan diriku. Karena hidup takkan mungkin berhenti hanya karena dirinya bukan.

Aku bergegas untuk mencari temanku untuk menanyakan pekerjaan padanya. Di perjalanan, aku bertemu dengan sosok pria yang sepertinya ku kenal, siapa dia?

Pria dengan sweater biru yang melekat di tubuhnya, dengan earphone di telinganya. Dia berjalan membawa sebuah tas berukuran laptop dan ku rasa isinya memang sebuah laptop. Aku terus memperhatikan pria yang duduk tak jauh dariku, ya aku kini sedang berada di sebuah kereta bawah tanah.

"Yoo Jung." Pria itu memanggil namaku ketika mata kami bertatapan.
Pria itu menghampiriku dan duduk di sebelahku, aku masih penasaran siapa dia dan dimana aku melihatnya.

"Hey, kau ingat aku? Kim Himchan, teman Youngjae. Kita pergi ke Paris bersama beberapa waktu lalu."

Ah, benar. Dia Himchan, orang yang mengetahui hubunganku dengan Youngjae dan dia juga teman Jimin.

"Ah ne." Seakan aku malas menanggapi Himchan kali ini.

"Apa kau marah padaku? Karena waktu itu aku menanyakan soal hubunganmu dengan Youngjae?"

"Mwo? Ah ani."

"Kalau begitu, kau ingin kemana? Boleh aku menemanimu?"
"Mwo? A.. aku ingin kerumah temanku."

"Baiklah." Sedikit ragu dengan penawaran yang dia berikan kepadaku. Mengapa dia ingin menemaniku? Apa ada yang ingin dia bicarakan padaku? Kuputuskan untuk menyetujui permintaannya.

Aku berjalan bersama Himchan menuju rumah temanku.

"Hyerin."

"Himchan Oppa." Betapa terkejutnya aku ketika mengetahui bahwa dunia begitu terasa sempit. Himchan dan Hyerin -temanku- ternyata saling mengenal dan mereka ternyata satu tempat kerja.

"Jadi kalian berteman?" Himchan dan Hyerin hanya mengangguk bersama.

Kami masuk dan mengobrol di dalam rumah Hyerin. Ternyata, Himchan adalah anak dari bos tempat Hyerin bekerja. Sebuah perusahaan percetakan, tidak begitu besar namun itu lumayan untuk orang yang sedang frustasi seperti ku. Tanpa ragu aku langsung memberikan surat lamaran pekerjaanku kepada Himchan, dan dia bilang akan menghubungiku secepatnya setelah dia berdiskusi dengan ayahnya selaku bos di tempat itu.
Aku, Himchan dan Hyerin masih bersama sepanjang hari. Tapi Himchan sama sekali tidak membicarakan soal pernikahan Youngjae dengan Jimin. Apa dia tidak tahu soal itu? Atau dia hanya ingin melindungiku dari rasa sakit?


**
Author POV

Yoo Jung bangun dari tidurnya, ini hari pertamanya bekerja di percetakan itu. Yoo Jung bangkit dan bersiap menghadapi dunia luar lagi mulai hari ini, itu mungkin berkat Himchan si pria yang sedikit menyebalkan menurut pandangan Yoo Jung. Dia menatap lekat sosoknya di cermin. Tapi sialnya bayangan Youngjae yang muncul di cermin itu.

"Aiishh! Lupakan dia Yoo Jung! Lupakan!" Yoo Jung mengutuk dirinya sendiri.
Yoo Jung melangkah keluar dengan pakaian casual yang melekat di tubuhnya. Sebuah mobil sudah bertengger di depan rumahnya.

"Himchan." Saat kaca mobil itu terbuka dan dia melihat siapa yang ada di dalamnya.

"Masuklah." Sesaat Yoo Jung terkejut dengan apa yang ada di hadapannya.

- Di perjalanan -

Suasana hening menyelimuti mereka berdua hingga akhirnya Himchan yang memecahkan keheningan itu.

"Yoo Jung."

"Ne."

"Kau sudah tahu soal Youngjae dan Jimin?"

Deg !! Seketika jantung Yoo Jung seakan tertusuk pedang samurai yang tebal. dan kesimpulannya ternyata Himchan memang tahu soal pernikahan itu dan tidak ingin menyakiti hati Yoo Jung.

"Ya, aku sudah tahu. Waeyo?"

"Ah jeongmal mianhae."

"Gwaenchana."

Keheningan menyelimuti mereka lagi. Meski banyak sekali pertanyaan yang ingin Himchan tanyakan pada Yoo Jung tapi dia mengurungkan niatnya. Begitu pula dengan Yoo Jung, dia masih belum sanggup menanyakan kabar dari pasangan itu.

Yoo Jung mulai bekerja, dia mulai mengerjakan apa yang diperintahkan oleh seniornya. Berusaha fokus dan tidak memikirkan Youngjae. Himchan yang menatapnya dari kejauhan begitu merasakan kesakitan yang dirasakan Yoo Jung, meski dia dan Yoo Jung tidak begitu dekat. Lamunan Himchan dikejutkan oleh seorang karyawan yang memberitahukan bahwa ada seseorang yang datang untuk bertemu dengannya. Himchan meninggalkan ruangan editing dan melangkah menuju ruangannya.

"Hyung." Himchan terkejut saat siapa orang yang menemuinya, Youngjae.

"Neo, apa yang kau lakukan disini?" Ketakutan Himchan mulai menjalar di tubuhnya.

"Apa kau tidak merindukanku?"

"Ah bukan seperti itu, karena tak biasanya kau menemuiku di kantor. Ah dimana Jimin?"

"Dia sedang di butik bersama eomma untuk memilih baju pengantin kami."

"Lalu ada apa kau menemuiku? Bukankah kau sangat sibuk mengurusi pernihakanmu?"

"Aku datang hanya untuk menanyakan janjimu waktu itu, masih ingat soal kau yang ingin mempersiapkan undangan untuk pernikahaknku?" 

"Ah tentu saja. Aku akan mempersiapkan semuanya dan kau hanya tinggal terima saja. Oke?" Himchan mulai memikirkan hal apa yang akan terjadi selanjutnya, semoga tak terjadi sesuatu yang buruk.

"Ah gomawo hyung. Kau harus mengerjakannya dengan cepat."

Seseorang ada yang mengetuk pintu ruangan Himchan.

"Masuklah."

Dan semua terkejut dengan siapa yang terlihat di balik pintu itu, Yoo Jung.
Dengan ragu Yoo Jung melangkah masuk ke dalam ruangan Himchan. Terlihat tubuhnya yang bergetar, dia mengalihkan pandangannya dari pria bernama Youngjae yang masih terus memperhatikannya.

"Ini, hasil editan yang kau tugaskan untukku. Mohon dilihat dan diperhatikan, terima kasih." Yoo Jung melangkah mundur untuk cepat pergi dari ruangan itu. Tangannya tergenggam oleh sentuhan hangat Youngjae, langkahnya 'pun terhenti. Himchan tak mampu berkata, dia hanya menatap keduanya dalam diam. Mata Youngjae yang sudah tergenang air mata itu terus menatap Yoo Jung.

"Maaf." Yoo Jung berusaha melepaskan genggaman Youngjae dan berusaha menahan air matanya.

"Yoo Jung."

"Youngjae, lepaskan." Himchan mencoba menghentikan keduanya.

Youngjae menatap Himchan penuh arti lalu melepaskan genggamannya dari Yoo Jung. Dengan cepat Yoo Jung berlalu dari ruangan itu.
Yoo Jung terduduk lemas di kamar mandi dengan air mata yang mengalir deras.

"Apa yang harus kulakukan? Mengapa dia tetap muncul dalam hidupku? Apa dia benar-benar ingin membuatku mati?"

Sementara Youngjae yang juga terlihat lemas menatap Himchan. Beribu pertanyaan muncul dalam benak Youngjae.

"Youngjae, hentikan! Jangan kau membuat Yoo Jung tersakiti lagi karena kehadiranmu. Jangan kau buat dia terus larut dalam kesedihan. Harusnya kau menghilang, benar-benar menghilang dari pandangannya."

Youngjae hanya terdiam mendengar segala ucapan Himchan.

"Hyung, jaga dia baik-baik. Aku pamit. Gomawo." Youngjae berlalu meninggalkan kantor Himchan dengan tubuh yang masih bergetar.

Himchan menghela nafasnya yang berat, benar yang dia fikirkan bahwa semua ini pasti terjadi. Himchan mencari keberadaan Yoo Jung di kantornya, tapi dia menghilang. Semua karyawan mulai panik dengan keberadaan Yoo Jung yang tiba-tiba menghilang. Seorang karyawan menemukan tubuh Yoo Jung tergeletak di kamar mandi. Dengan cepat Himchan mengangkat tubuhnya dan melaju ke rumah sakit terdekat.

- Di rumah sakit -

Himchan panik menunggu hasil pemeriksaan dokter. Entah apa yang terjadi pada Himchan tapi sepertinya Himchan mulai peduli dengan Yoo Jung.

"Dia baik-baik saja, hanya perlu istirahat karena sepertinya dia sangat tertekan." Itulah ucapan sang dokter yang baru keluar dari kamar Yoo Jung.

Himchan terlihat begitu lega mendengar penjelasan dokter, Himchan memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar pemeriksaan. Terlihat Yoo Jung yang terlelap dengan wajah yang pucat, perlahan Himchan mendekati tubuh Yoo Jung. Himchan duduk di samping Yoo Jung dan menatapnya dalam diam.

"Yoo Jung. Berhentilah!" Himchan menggenggam tangan mungil Yoo Jung. Seketika Yoo Jung mulai membuka matanya.

"Himchan." Yoo Jung mencoba bangkit dari tidurnya dan Himchan membantunya.

"Istirahatlah Yoo Jung. Kau boleh izin tidak masuk besok jika kau masih merasa tidak enak badan."

"Apa yang terjadi padaku?" Himchan diam dan tak menjawab apapun. Yoo Jung tampak aneh melihat ekspresi yang Himchan tunjukkan padanya. Perlahan Himchan menatap mata Yoo Jung dan menggenggam tangannya lagi. Yoo Jung terkejut saat Himchan memperlakukannya dengan baik.

"Hentikan! Kumohon Yoo Jung." Yoo Jung masih terdiam seribu bahasa mendengar satu kalimat yang Himchan ucapkan.

"Berhentilah mencintai Youngjae. Lupakan dia! Anggap saja dia tidak ada lagi di dunia ini. Jangan terus menyakiti hatimu sendiri. Yoo Jung, aku hanya tidak ingin melihat pernikahan sahabatku menjadi sebuah kejahatan karena membuatmu tersakiti." Yoo Jung tak sanggup lagi membendung air matanya saat Himchan berkata seolah dia penyebab hubungan Jimin dan Youngjae berantakan. Yoo Jung menahan amarahnya, ini sepenuhnya bukan salah Yoo Jung tapi dia juga tidak sepenuhnya menyalahkan Youngjae. Himchan berlalu meninggalkan Yoo Jung yang masih menangis karena ucapannya. Himchan berdiri di depan pintu kamar pemeriksaan dan kemudian air matanya juga jatuh tak tertahankan.

"Maafkan aku Yoo Jung. Aku hanya tidak ingin melihatmu terluka lagi."
Yoo Jung masih memikirkan kata-kata Himchan. Kini Yoo Jung sudah kembali ke rumahnya dan meninggalkan rumah sakit itu.

"Aku harus apa?" Setiap detik hanya itu pertanyaan yang selalu muncul dalam hati Yoo Jung.

**
Setelah beberapa hari berlalu, badai kembali menerjang kehidupan Yoo Jung yang mulai kembali normal. Yoo Jung mendapat tugas baru dari kepala tim editing untuk membuat hasil undangan pernikahan seunik mungkin. Undangan pernikahan untuk Youngjae dan Jimin, seolah dia ingin menghancurkan undangan mereka tapi Yoo Jung masih mengontrol amarahnya. Himchan yang mengetahui bahwa undangan Youngjae dikerjakan oleh Yoo Jung langsung memarahi kepala tim editing. Tapi semua sia-sia karena hanya Yoo Jung yang tidak punya tugas individu, sedangkan yang lain sudah memiliki tugas masing-masing. Himchan merasa sedikit frustasi saat mengetahui kenyataan ini. Himchan hanya mampu menatap Yoo Jung yang masih terpaku menatap layar komputernya tanpa bergerak, dia harus mengerjakan tugas yang diberikan kepala tim editing. Tapi hatinya, apa bisa dia mencoba menahan hatinya agar tidak tersakiti lagi?

"Yoo Jung, apa kau sudah makan? Ayo makan bersamaku." Himchan menghampiri Yoo Jung dan membuyarkan segala lamunannya.

"Mwo? Ah ani bos. Aku sedang tidak berselera makan. Mianhae." Yoo Jung membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat kepada bosnya dan berlalu meninggalkannya. Tak ada tempat tujuan Yoo Jung selain kamar mandi. Dia menatap dalam bayangannya di cermin yang sedang menangis.

"Kau harus profesional, jangan fikirkan mereka lagi. Mereka sudah bahagia Yoo Jung, ya benar mereka sudah bahagia." Yoo Jung menguatkan dirinya agar tidak terbawa oleh suasana hatinya.
Dia kembali ke mejanya dan mulai mengerjakan undangan untuk Youngjae dan Jimin. Dia mengeditnya dengan sempurna, campuran warna putih dan merah. Putih untuk suci dan merah untuk cinta, cinta yang suci. Harusnya itu undangan yang disiapkan untuk pernikahannya kelak tapi ide itu dia berikan untuk mantan kekasihnya yang masih sangat dia cintai. Meski dia mengatakan tidak apa-apa tapi sesekali dia meneteskan air mata saat melihat foto pra-wedding mereka yang harus diikut sertakan dalam undangan.

Yoo Jung berjalan memasuki biliknya lagi dan mulai mengerjakan apa yang diperintahkan bosnya, dia mulai membuka folder-folder dalam flashdisk nya. Menghela nafasnya yang berat dan mulai mengedit serapih mungkin.

Yoo Jung POV

Mungkin ini adalah ujian terberatku dalam hidup, bahkan aku sudah merelakan orang yang aku cintai kepada pemilik yang seharusnya dan sekarang aku juga merelakan konsep untuk undangan pernikahanku kepada orang itu juga. Entah ini karma atau semacamnya tapi aku harus melanjutkan hidupku.

Aku membuat beberapa konsep untuk disetujui oleh bosku, Beberapa konsep sudah dipilih dan sialnya aku harus ikut bertemu dengan calon pengantin untuk menyetujuinya juga. Baik, inilah kenyataannya aku akan mencoba menerimanya meski banyak kemungkinan yang akan aku terima saat menghadapi mereka berdua. Himchan juga dengan senang hati ingin menemaniku menemui mereka berdua. Siang ini di sebuah cafe terdekat aku dan Himchan menghampiri mereka yang sudah menunggu di ujung sana.

"Gwaenchana?" Seolah Himchan dapat membaca fikiranku saat ini.  Aku hanya berdehem untuk menanggapinya.

Kami menghampiri mereka dan tepat dugaanku bahwa mata mereka melebar saat aku datang bersaamaan denga Himchan, kehadiranku pasti tidak diinginkan oleh mereka. Aku menyapa mereka dengan formal layaknya rekan kerja.

"Oppa, mengapa wanita ini ada di sini?" Ucapan tajam Jimin langsung tepat sasaran di dalam hatiku dan aku menahannya. Himchan menjelaskan bahwa aku adalah rekan kerjanya dan akulah si pembuat konsep itu. Tidak masalah atas kesakitan yang ku rasakan saat ini, yang ku tahu aku sudah bekerja secara profesional. Aku dapat merasakan lirikan Youngjae terhadapku tapi aku tidak mengubrisnya, sudah cukup aku dibilang perusak hubungan orang.

"Aku suka yang ini." Tepat dugaanku, gadis manja ini pasti memilih konsep dengan warna merah dan putih milikku. Merah yang menandakan cinta yang indah dan putih menandakan kesucian. Dengan bunga mawar putih yang mengihasi sisi undangan itu. Burung merpati putih juga kuletakkan diantara nama mereka.

"Bagaimana Youngjae?" Dengan sikapnya yang selalu manja Jimin meminta calon pengantin prianya untuk menyetujuinya. Tapi Youngjae tidak langsung menjawab, sepertinya fikirannya melayang kemana-mana meski raganya ada di hadapan kami.

"Youngjae." Sekali lagi Jimin memanggilnya dan akhirnya ruhnya kembali kepada raganya.

"Ya, aku suka." Akhirnya setelah selama satu jam aku menjelaskan tentang konsep ini dengan hati dan batin yang tertekan, terpilihlah konsep yang paling kusukai. Aku dan Himchan pamit meninggalkan mereka yang tidak langsung pergi.

"Mau makan sesuatu?" Himchan masih saja bisa membaca fikiranku. Aku mengajaknya ke taman, coba tebak ini adalah taman itu lagi. Terulang kembali ingatanku tentang kebahagiaan yang singkat itu. Aku membeli Ice Cream, Himchan tentu terkekeh melihat tingkahku yang kekanakan, aku tidak permasalahkannya karena hanya dengan seperti ini aku merasa hidupku kembali bahagia.

"Apa kau mau datang ke pernikahan mereka?" Kali ini Himchan tidak bisa menebak isi hati dan fikiranku.

"Entahlah, mungkin tidak."

"Yoo Jumg, apa kau masih.. emm.. kau tahu maksudku kan?"

"Aku tidak tahu."

"Life must go on. Hanya itu yang mungkin bisa aku ucapkan padamu." Ucapannya benar, aku harus tetap menjalani hidupku. 

Himchan mengantarku pulang dengan selamat, dan aku hanya mengucapkan selamat tinggal dan terima kasih sebagaimana mestinya.

Ucapan Himchan masih terbayang di fikiranku, apa aku harus pergi ke pernikahan mereka? Apa aku harus lari dari kenyataan? Apa aku harus melihat mereka berjanji suci di depan Tuhan? Entahlah.

Author POV

Hari itu tiba, Himchan sudah rapih dengan jas hitamnya.

"Siap menghadapi dunia yang baru?" Seorang gadis cantik menenggelamkan lengannya pada lengan Himchan.

"Aku siap." Yoo Jung dengan gaun putih yang cantik, dan sedikit perhiasan di kepalanya. Himchan mengajak Yoo Jung ke ruangan pengantin pria.

"Kau."

"Aku akan kembali nanti, jangan teteskan air matamu yang berharga lagi, Arraseo?" Yoo Jung menganggukan kepalanya bertanda dia mengerti.

"Selamat." Dengan susah payah Yoo Jung melebarkan senyumnya.

"Mengapa kau datang? Seharusnya kau tidak memaksakan diri seperti ini." Youngjae ternyata masih menyimpan sejuta rasa cinta pada gadis berparas manis ini.

"Hidup itu tak selamanya menyedihkan Youngjae. Ini adalah hari pernikahanmu, jangan mengacaukannya." Youngjae masih menunduk malu karena sifatnya yang labil terhadap Yoo Jung.

"Maafkan aku tidak bisa menepati janjiku, aku selalu berjanji bahwa kau akan menang dan ternyata kau kalah. Maafkan aku yang datang ke kehidupamu hanya menyakitimu, Yoo Jung-" Ucapan Youngjae berhenti saat sebuah sentuhan manis melesat di bibirnya. Lipstick yang rasanya seperti strawberry terasa kuat di lidahnya. Youngjae menikmatinya dan begitu juga Yoo jung. Berbagai argumentasi dengan kata-kata seandainya muncul di fikiran mereka.

'Seandainya saja aku tidak di lahirkan sebagai anak dari pengusaha terkenal, seandainya aku bertemu denganmu lebih dulu. Seandainya aku di beri pilihan yang baik dari orang tuaku.'

'Seandainya aku dapat melakukan sesuatu yang berharga untukmu saat ini Youngjae,'

Tanpa mereka sadari ibu Youngjae mengintip anaknya yang sedang berciuman dengan wanita lain, dia tahu bahwa itu adalah Yoo Jung, karena Youngjae pernah beberapa kali menunjukkan fotonya. Hati seorang ibu terasa hancur jika melihat anaknya menikah bukan atas dasar cinta. Ibu Youngjae kembali menutup pintu itu dan kembali ke Gereja dimana janji suci akan diucaokan oleh anak tunggalnya.

"Aku pergi." Dengan langkah berat Yoo Jung pergi meninggalkan ruangan itu begitu juga dengan Youngjae. Himchan kembali dan menyampirkan tangan mungil Yoo Jung di lengannya.

"Gwaenchana?" Yoo Jung hanya berdehem. Mereka berdua memasuki ruangan penuh keheningan itu, dia melihat Youngjae yang sudah berdiri di altar sedang menunggu pengantin wanitanya datang.

Ribuan pedang menghujam jantung Yoo Jung saat melihat wanita bergaun putih yang cantik memasuki Gereja dan berjalan dengan anggunnya menuju altar. Youngjae menyambut tangan Jimin yang diberikan oleh sang ayah dengan tersenyum. Mereka mulai mengucapkan janji suci sehidup semati dan saling melingkarkan cincin emas di jari manis mereka. Yoo Jung mengalihkan pandangannya saat mereka mulai berciuman, Himchan langsung menutup wajahnya di dalam dadanya. Setelah semua terlihat bahagia Jimin melihat sosok Yoo Jung yang berjalan bersama Himchan.

"Yoo Jumg!" Semua tentu terkejut dengan panggilan si pengantin wanita itu tak heran juga jika yang dipanggil ikut terkejut. Jimin turun dari altar dan menghampiri Yoo Jung yang hendak pergi.

"Terima kasih." Jimin memeluk tubuh Yoo Jung yang bergetar, tangannya Yoo Jung juga tak lepas dari genggaman Himchan.

"Maaf jika aku egois sampai seperti ini dan menyakitimu, tapi aku berterima kasih karena kau tidak melakukan apapun sampai saat ini. Slir akan selamanya menjadi selir dan takkan pernah menjadi permaisuri." Bisikan terakhit Jimin membuat Yoo Jung terhenyak.

Jimin dan Youngjae melanjutkan pernikahan mereka, Himchan danYoo Jung pergi dari tempat itu.

**

Yoo Jung POV

Mentari pagi ini menghangatkan tubuhku, burung berkicau indah seperti langit biru pagi ini. Aku berdiri di balkon kamarku, ada seseorang di luar sana. Aku jelas tahu siapa pria yang sudah menghampiriku pagi ini dan berdiri di depan gerbang rumahku. Tanpa ragu aku langsung pergi menuju pria itu.

"Sudah siap?" Ya tentu aku siap sekarang dengan paras cantik yang ku miliki pagi ini.
Kami pergi ke sebuah cafe. di sana sudah ada sepasang suami istri yang menunggu kami.

"Kalian sudah menunggu lama?" Kim Himchan, ya pria di sampingku ini sekarang mungkin bisa dibilang sebagai cinta sejatiku menggantikan seseorang di hadapanku.

"Yoo Jung, sudah hampir satu tahun mungkin kita tidak bertemu ya." Jimin, wanita yang dulu menjadi rival ku sekarang menjadi sahabatku lagi, Youngje yang menjadi suami baik untuk Jimin juga menjadi sahabtku.

Ya, beginilah hidup. Tak ada yang perlu disesali oleh takdir yang datang menimpa kita, karena Tuhan pasti punya rencana yang lebih indah bukan? Seperti saat ini aku dan Himchan akan mengucapkan janji suci minggu depan itulah mengapa kami bertemu dengan Jimin dan Youngjae untuk membicarakan ini. Aku sempat frustasi menghadapi dunia tapi di lain sisi ada seseorang yang membantuku melewati masa sulit itu. Siapa yang menyangka jika takdir bisa sangat kejam dan juga sangat baik. Jujur saja meski paras Youngjae dan senyumnya masih membuat hatiku bergetar tapi aku harus melawan itu semua dengan senyum manis yang dimiliki kekasihku Kim Himchan.

Kata-kata yang dibisikkan Jimin terakhir kali padaku memang benar, aku tidak akan pernah menjadi permaisuri di hidup Youngjae karena aku datang hanya sebagai selir, tapi aku akan menjadi permaisuri di kehidupan Himchan karena aku datang sebagai permaisuri di hidupnya.



---- THE END ----


Mianhae gaessss ,, mungkin kalian sudah lupa dengan kisah yang absurd ini. Dan seperti inilah endingnya. Gomawo readers :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar