Minggu, 23 Agustus 2015

Second Change




Second Change
Bobby (ikon) || Jun-Hyoseong (Secret)
Sad, Romance
One Shoot || G & T
NS. Youzza (youzza_nisarr)


Summarry

Mencintai seseorang tetapi tanpa mengetahui isi hati wanita itu yang sebenarnya, entah dia mencintaiku atau tidak, aku hanya mampu mencintainya dalam diam. Dan aku hanya menunggu kesempatan kedua menghampiriku untuk dapat menyatakannya kembali ke gadis manis itu.



Hari ini tepat pada pukul 06:00 am, aku bergegas bangkit menuju jendela kamarku setelah jam alarm berdering.

"Binggo!" Tepat pada perkiraanku, manik hitamku tertuju pada seseorang yang berada di luar sana, gadis pengantar susu. Ya, dia gadis yang unik, wajahnya selalu berseri setiap kali dia tersenyum pada semua orang. Setiap hari, tepat pada jam di pagi ini gadis itu selalu mengantarkan susu ke setiap rumah di blok ini. Gadis itu tersenyum setelah ibuku keluar dan mengambil susu darinya.

"Betapa indahnya senyum gadis itu." Aku masih memperhatikan gadis itu yang mulai berlalu menjauhi rumahku dengan sepedanya, hingga dia menghilang dari pandanganku.

Aku mulai bersiap berangkat ke sekolah menggunakan sepedaku, dan tak lupa sebelum berangkat aku meminum susu dari gadis malaikat itu.

"Ibu, aku pergi dulu." Aku mulai melajukan sepedaku.
Sesampainya di sekolah, aku memarkirkan sepedaku di tempat biasa.

"Bobby!" Aku menoleh saat seseorang memanggil namaku.

"Selamat pagi kawan, sepertinya hari ini kau terlihat lebih tampan dari biasanya." Hanbin, teman satu kelasku merangkul tubuhku yang memang lebih pendek darinya.

"Apa kau lupa bahwa teman kita ini adalah pangeran sekolah." Jessica, dia juga satu kelas dengan kami.

"Kalian ini, ayo kita masuk." Aku, Hanbin dan juga Jessica berteman sejak kami masuk di sekolah ini. Kami berjalan di lorong sekolah, Hanbin masih merangkul tubuhku, dan Jessica menggandeng lenganku sepanjang perjalanan. Semua mata tertuju pada kami, mata para siswi seakan ingin membunuh Jessica yang sengaja menggandeng lenganku, sementara mata para siswa seakan ingin menggantikan posisi Hanbin yang akrab sekali denganku.

"Bruuk!" Seseorang menabrak tubuhku, buku yang dipegangnya berserakan di lantai. Sepertinya siswi ini sedang terburu-buru karena dia berlari.

"Kau! Berjalanlah dengan benar." Jessica baru saja ingin membentak siswi ini lagi, namun dihentikan oleh Hanbin.

"Jess, sudahlah. Bobby juga tidak apa-apa."
Aku terdiam, menunggu untuk mengetahui siapa gadis yang menabrak tubuhku. Aku terkejut, saat melihat wajah siswi ini yang berdiri di hadapanku dengan setumpuk buku di tangannya.

"Maaf, aku minta maaf. Aku harus membawa semua buku ini ke ruang guru sebelum pelajaran di mulai. Maafkan aku." Senyum malaikat yang selalu aku ingat, ya dia adalah gadis pengantar susu. Gadis itu memang bersekolah disini, namun tidak satu kelas denganku.

"Tidak apa-apa." Tanpa ragu, gadis itu langsung melesat pergi meninggalkan kami. Dan mataku masih memperhatikannya hingga dia menghilang.

-Dikelas-

Aku terus membayangkan wajah manis gadis itu, gadis itu bernama Hyosung. Ya, aku memang menyukainya, sejak pertama kali aku melihatnya setiap pagi hingga di sekolah aku terus memperhatikannya.
Jam istirahat telah tiba, para siswa mulai berkeliaran di lorong sekolah. Aku dan kedua sahabatku berjalan menuju lapangan sekolah sambil membawa minuman yang sudah kami beli. Mataku langsung tertuju pada gadis itu, dia sedang bersama teman-temannya di hadapanku. Tawanya yang begitu ceria, menancarkan keindahan tersendiri bagiku.

"Hyosung!" Seseorang memanggil nama sang gadis impianku. Ya, aku begitu menyukainya hingga aku tak sanggup mengatakan cintaku padanya. Dia terbilang gadis yang pandai, ceria, tapi hanya satu yang dia benci, orang populer seperti diriku. Temanku pernah menyelidiki tentang kehidupan gadis pujaanku itu, gadis yang sangat membenci pria yang dikagumi banyak wanita. Tapi ini bukanlah keinginanku, andai aku diberikan pilihan aku takkan ingin menjadi siswa populer demi mendapatkan cintaku, namun sudah menjadi takdirku seperti ini.

Hyosung bercanda ria bersama teman-temannya, pandanganku tak lepas darinya hingga jam istirahat telah selesai dan dia kembali ke kelasnya.
Jam pulang sekolah tiba, aku berlalu meninggalkan teman-temanku. Aku mulai melajukan sepedaku sambil mendengarkan lagu melalui headphone ku.

"Bruukk!"
Kepalaku seakan ingin pecah, ada sesuatu menabrak tubuhku. Rasa dingin di tubuhku mulai mencekam, pandanganku perlahan mulai gelap hingga pada akhirnya aku tak dapat melihat apapun.

-Keesokan harinya-

Ada cahaya putih yang menerangi penglihatanku, aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Saat aku mulai mengikuti cahaya itu, kini aku berada di depan rumahku. Suasana yang berbeda kurasakan pagi ini, aku melihat gadis itu lagi. Hyosung seperti biasa mengantar susu itu pagi ini, dengan cepat aku mengumpat ke belakang pohon yang terdekat agar dia tak melihatku. Kurasakan ada yang berbeda dengan raut wajah Hyosung hari ini, aku hanya dapat merasakannya tanpa mampu bertanya langsung. Setelah Hyosung pergi meninggalkan rumahku, beberapa menit kemudian ibuku keluar rumah dan mengambil susu itu. Tapi, ada yang salah juga dari ibuku, dia menangis saat mengambil susu itu.

"Ibu, ibu!" Aku memanggil ibuku berkali-kali namun dia terus saja masuk ke dalam rumah. Aku mengikuti ibu masuk namun entah apa yang menahanku hingga aku tak dapat melewati pintu rumahku sendiri. Kebingungan semakin melandaku pagi ini, aku duduk di depan rumahku berharap ada seseorang yang dapat menjawab semua pertanyaan di benakku.
Betapa terkejutnya aku saat ada seseorang tiba-tiba muncul di hadapanku. Seorang pria berpakaian serba putih dengan wajah yang cukup bercahaya menatapku dengan matanya yang bersinar.

"Siapa kau?"

"Selamat datang di duniaku kawan, namaku Jack. Mulai detik ini aku akan menjadi pembimbingmu. Bobby, namamu Bobby kan? Kau meninggal kemarin, sebuah truk dengan keras menabrak sepedamu hingga kau tewas seketika akibat pendarahan yang hebat di kepalamu. Supir truk itu melarikan diri dan keberadaannya belum diketahui hingga saat ini." Pria itu menjulurkan tangannya, aku tak percaya dengan apa yang dikatakannya. Pria itu menarik tanganku hingga aku berdiri tegak dihadapannya.

"Aku mempunyai dua pilihan untukmu, apa kau ingin tahu apa itu?" Aku masih terdiam tanpa berkata.

"Bobby, apa kau bisu? Bicaralah!"

"Aa.. apa yang harus kukatakan?"

"Kau sudah meninggal, percayalah. Mereka sudah tak dapat melihatmu, ibumu, gadis itu, mereka tak dapat melihatmu lagi."
Kini aku mulai percaya dengan perkataan pria misterius bernama Jack ini. Aku terduduk lemas, mengingat bagaimana ibuku tadi tidak mendengar suaraku, terlebih saat aku melihat Hyosung. Ya, selama ini aku tak pernah mengatakan perasaanku yang sebenarnya kepadanya. Kini aku hanyalah ruh yang tak terlihat, bagaimana aku bisa mengungkapkan perasaanku padanya.

"Gadis itu, kau menyukainya bukan?"

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku mempunyai dua pilihan untukmu, pilihan pertama kau ikut bersamaku dan menjalani kehidupanmu di dunia baru dengan bimbinganku. Atau pilihan kedua, kau diam disini memperhatikan gadis itu yang tak dapat melihatmu, dan terus mengejar gadis itu?"
Aku terdiam, aku memikirkan apa yang harus kulakukan. Aku ingin sekali mengungkapkan perasaanku pada Hyosung, tapi bagaimana caranya? Jika aku ikut dengan Jack, maka Hyosung takkan pernah tahu perasaanku yang sebenarnya.

"Yapp, kau benar!"
Aku terkejut seketika saat Jack berteriak seperti itu.

"Apa?"

"Aku bisa membaca pikiranmu Bobby, jika kau ikut denganku maka Hyosung takkan pernah tahu perasaanmu yang sebenarnya, namun apa kau bisa mengatakannya dengan keadaanmu yang seperti sekarang ini?"

"Lalu bagaimana? Aku ingin dia mengetahui perasaanku selama ini."

"Dekati saja dia, buat dia menyadari keberadaanmu."
Wuushhh !! Sekejap mahkluk itu menghilang dari pandanganku.

**
Hari telah berganti, aku masih berada didepan rumahku sendiri. Menunggu gadis yang selama ini kucintai, Hyosung masih mengantar susu itu meski tahu bahwa aku sudah tiada. Setelah beberapa saat ibuku mengambil susu itu, disambut dengan senyuman manis yang dimiliki Hyosung. Saat ibuku masuk, dia masih berdiri di depan pintu rumahku dengan tatapannya yang sendu.

"Ibu, aku akan pergi mengejar cintaku. Terima kasih untuk semua yang kau berikan untukku ibu, aku mencintaimu. Doakan agar gadis itu bisa menyadari keberadaanku ya ibu." Aku berlalu meninggalkan ibuku yang sedari tadi menatap fotoku yang tergantung di dinding, ingin sekali aku memeluknya namun tak bisa.

Aku mengikuti Hyosung hingga sampai di rumahnya. Aku mengikutinya memasuki kediamannya itu, tak ada yang special dari rumah ini. Hanya ada beberapa foto yang tergantung di ruang utama rumah ini, suasana di rumah ini begitu sepi. Ternyata Hyosung tinggal sendirian disini, aku memperhatikan aktifitas Hyosung di rumah, aku berdiri di samping kasur Hyosung. Dia membersihkan kaca jendela kamarnya, menyapu lantai, membereskan beberapa pakaian yang berserakan di kasur, dia melakukannya tanpa berkata apapun. Hyosung yang selama ini kulihat di sekolah adalah Hyosung yang periang, ceria, banyak tertawa bersama temannya tapi sekarang saat aku melihat Hyosung terus saja diam, aku baru mengetahuinya bahwa Hyosung wanita yang kesepian. Dan malampun tiba, dia bersiap untuk tidur dan merebahkan tubuhnya di kasur. Dia menatap langit-langit di kamarnya, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Apa yang kau fikirkan? Apa kau tidak bisa tidur?" Dengan sedikit keraguan aku mencoba menyentuh tangan Hyosung.

"Bagaimana orang seperti dia bisa meninggal begitu tragis."

"Apa kau bilang?" Aku terkejut saat Hyosung seperti sedang membicarakan kematianku.

"Suara apa itu tadi?" Karena terkejut Hyosung langsung terduduk di kasurnya.

Aku menutup mulutku seketika, sepertinya suaraku terdengar olehnya.

**

Keesokan harinya aku terbangun dari tidurku, saat aku membuka mataku aku melompat seketika karena terkejut melihat Hyosung yang sedang menatap ke arahku. Spontan aku menutupi wajahku, tangan Hyosung menjulur ke arahku, namun ternyata tangannya menembus tubuhku dan meraih sebuah jam di meja kecil dekat kasurnya. Aku menghela nafasku yang berat, aku benar-benar terkejut.
Kulihat dia terburu-buru karena jam sudah menunjukkan pukul 07:00, Hyosung langsung bangkit dan mencuci wajahnya dan langsung memakai seragam sekolahnya.

"Apakah dia tidak mandi terlebih dulu? Oh God." Aku hanya bisa tertawa melihat tingkah gadis yang ku cintai ternyata seperti ini.

"Hati-hati di jalan Hyosung." Aku melambaikan tanganku seolah dia bisa melihat keberadaanku saat dia melajukan sepedanya keluar dari rumah.
Aku melihat seluruh sudut di rumah ini, cukup berantakan. Sepertinya aku bisa membantu Hyosung untuk membersihkan rumahnya, namun saat aku ingin mengambil sebuah sapu di hadapanku, tanganku tak mampu menyentuhnya.

"Bagaimana ini? Oh God apakah aku tidak bisa menyentuh semua barang-barang hanya untuk membantu manusia ini membersihkan rumahnya." Aku terduduk di lantai karena pasrah.
Saat aku mencoba lagi mengambil sapu itu dan ternyata berhasil. Aku melompat kegirangan karena bisa menyentuh sapu tersebut. Dan aku mulai membersihkan semua ruangan di rumah ini.

**

Waktu sudah menunjukkan pukul 16:00, aku menunggu kepulangan Hyosung. Suara pintu pun berdecit menunjukkan bahwa ada seseorang yang masuk melalui pintu itu, dan itulah sang gadis pujaanku.

"Apa yang terjadi? Mengapa rumahku bisa rapih seperti ini? Apa mereka membersihkan diri mereka sendiri? Sungguh aneh." Aku terkekeh mendengar ucapan Hyosung saat memasuki rumahnya yang sudah bersih.
Kini aku duduk berhadapan di sebuah meja makan bersama Hyosung. Dia memakan ramen yang dia buat sendiri, sepertinya ramen itu sangat panas karena dia mencoba meniup ramen itu setiap kali ingin memakannya. Hyosung meniup ramen itu sekali dan aku mencoba membantu meniupnya juga. Hyosung terdiam seperti memikirkan sesuatu, lalu dia meniupnya kembali dan terdiam lagi, lalu aku meniupnya lagi saat Hyosung terdiam. Aku terkejut saat Hyosung tiba-tiba berteriak.

"Wwooahh apa yang terjadi." Aku segera bangkit dan berjalan mundur dari meja tersebut. Dia sudah menyadari keberadaanku. Dan Hyosung pun ikut bangkit dan berjalan mundur. Aku menatap Hyosung yang sedang ketakutan, aku mencoba berjalan mendekatinya.

"Stop! Berhenti disitu! Jangan dekati aku!" Aku menghentikan langkahku saat Hyosung menunjukkan telapak tangannya ke arahku. Apa dia sudah bisa melihatku sekarang?

"Siapa kau? Mengapa kau berada di rumahku?"
Tidak, bukan reaksi seperti ini yang aku mau. Mataku mulai berkaca-kaca melihat Hyosung yang celingukan karena tidak bisa melihat wujudku. Langkahku terus bergetar mendekatinya, Hyosung masih mengadahkan telapak tangannya, aku mencoba menyentuh tangannya. Reaksi Hyosung langsung terkejut saat dia ternyata bisa merasakan sentuhanku. Tapi dengan cepat dia seakan melepas genggamanku dan berlari keluar rumah. Aku hanya bisa menatapnya dengan sedih.

**

Hari terus berlalu aku terus berusaha agar Hyosung menerima keberadaanku, setiap pagi saat dia terbangun aku selalu menaruh sebuah note di lemari es di rumahnya.

"Selamat pagi! Semoga harimu menyenangkan." Aku melihat reaksi Hyosung yang hanya biasa menanggapi semua note yang ku berikan setiap pagi.
Aku juga membantunya membersihkan rumahnya tapi kali ini sepertinya Hyosung sudah tidak heran dengan keberadaan rumahnya yang selalu rapih setiap kali dia pulang.

"Hari ini aku sangat lelah, mengantar susu, bekerja paruh waktu membuatku begitu lelah. Di tambah tugas sekolah yang sama sekali belum ku kerjakan." Aku mendengar setiap malam Hyosung bercerita tentang aktifitasnya hari ini, entah dia memang sudah mengetahui keberadaanku atau dia hanya bergurau sendirian.

"Hyosung, aku menyukaimu. Apa kau bisa merasakan keberadaanku? Entah aku harus bagaimana? Aku tak bisa melakukan apapun untuk membuktikannya." Aku selalu mengutarakan perasaanku setiap kali Hyosung sudah terlelap. Ku harap dia mendengarnya.
Hingga suatu malam ketika Hyosung sudah waktunya tidur, dia duduk di kasurnya dan menghadap ke arahku. Tak biasanya dia seperti ini sebelum tidur.

"Sekarang aku tahu keberadaanmu, aku tahu apa yang kau lakukan di rumahku, menemaniku, membantu aktifitasku, membersihkan rumahku, tapi .. hanya satu hal yang aku belum tahu. Siapa kau sebenarnya?"
Aku terdiam mendengar segala penjelasan Hyosung.

"Kadang aku juga mendengar kau berbicara ketika aku setengah tertidur, ku fikir itu hanya mimpi tapi sekarang aku tahu itu bukan mimpi. Aku adalah pengantar susu, apa kau mengenalku?"
Sepertinya ini sudah waktunya aku memberitahu tentang keberadaanku, aku mendekati Hyosung dan mulai menyentuh tangannya. Ya, Hyosung merasakan sentuhanku, karena terkejut dia menutup matanya seketika. Dan aku masih menggenggam tangannya, aku melihat mata Hyosung perlahan terbuka, matanya membulat seketika.

"Kau?! BOBBY?"

Bukan hanya dia, tapi aku juga terkejut.

"Kau bisa melihatku?"

"Bobby, bagaimana kau bisa?"

"Akhirnya, setelah sekian lama aku mencoba untuk menampakkan wujudku. Hyosung benarkah kau bisa melihatku?" Reaksi Hyosung hanya diam dan menatapku seolah tak percaya.

"Hyosung, aku tahu aku sudah meninggal. Aku tahu aku hanyalah makhluk astral, tapi aku kembali ke dunia ini hanya untuk mengatakan sesuatu padamu, apa kau mau mendengarnya?"

"Apa itu?"

"Aku menyukaimu, aku mencintaimu Hyosung. Aku begitu bodoh karena tidak bisa mengungkapkannya semasa aku masih hidup. Itulah sebabnya aku mendapatkan kesempatan untuk mengatakan ini kepadamu, Hyosung aku menyukaimu." Beberapa menit Hyosung hanya menatapku tanpa berkata.

"Bobby, maafkan aku. Kau tidak seharusnya berada di sini, pergilah Bobby! Duniamu bukan lagi duniaku. Kau tidak boleh memikirkan aku lagi, kau harus menjalani kehidupanmu yang baru di dunia yang lain. Maafkan aku Bobby. Aku masih punya kehidupan lain. Sekarang pergilah!"

"Tapi Hyosung."
Perasaanku begitu sakit saat Hyosung menyuruhku pergi dengan mudahnya, tapi apa yang di ucapkannya memang benar. Aku bukan lagi manusia seperti dirinya, aku melepaskan genggaman tanganku.

"Kau benar Hyosung, tapi setidaknya aku sudah bisa tenang karena kau sudah tahu tentang perasaanku. Hyosung, selamat tinggal." Hyosung menutup matanya dan aku pun menghilang.

Hyosung POV
Sudah seminggu aku benar-benar tak merasakan keberadaan Bobby lagi, aku merasakan ada yang hilang di hidupku. Meski aku terpaksa mengusirnya tapi itulah yang terbaik demi dirinya. Bobby, aku tak menyangka pria populer itu menyukai gadis pengantar susu sepertiku.
Aku mulai melakukan aktifitasku kembali, pagi ini aku harus mengantar susu lagi ke setiap rumah di blok ini, aku melangkah menuju lemari es ku untuk mengambil susu yang ku simpan di sana. Sebuah note sudah tertempel di lemari es itu.

"Selamat pagi! Semangat! Have a nice day."
Aku tersenyum sambil mengambil note tersebut.

"Bobby, terima kasih."




-The end-

Ini cerpen yang kemarin masuk jadi kontributor di beebok publisher, temanya jatuh cinta diam-diam .. gomawo :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar