Second Change
Bobby (ikon) || Jun-Hyoseong (Secret)
Sad, Romance
One Shoot || G & T
NS. Youzza (youzza_nisarr)
Summarry
Mencintai seseorang tetapi tanpa mengetahui isi hati wanita itu yang sebenarnya, entah dia mencintaiku atau tidak, aku hanya mampu mencintainya dalam diam. Dan aku hanya menunggu kesempatan kedua menghampiriku untuk dapat menyatakannya kembali ke gadis manis itu.
Hari
ini tepat pada pukul 06:00 am, aku bergegas bangkit menuju jendela kamarku
setelah jam alarm berdering.
"Binggo!"
Tepat pada perkiraanku, manik hitamku tertuju pada seseorang yang berada di
luar sana, gadis pengantar susu. Ya, dia gadis yang unik, wajahnya selalu
berseri setiap kali dia tersenyum pada semua orang. Setiap hari, tepat pada jam
di pagi ini gadis itu selalu mengantarkan susu ke setiap rumah di blok ini.
Gadis itu tersenyum setelah ibuku keluar dan mengambil susu darinya.
"Betapa
indahnya senyum gadis itu." Aku masih memperhatikan gadis itu yang mulai
berlalu menjauhi rumahku dengan sepedanya, hingga dia menghilang dari
pandanganku.
Aku
mulai bersiap berangkat ke sekolah menggunakan sepedaku, dan tak lupa sebelum
berangkat aku meminum susu dari gadis malaikat itu.
"Ibu,
aku pergi dulu." Aku mulai melajukan sepedaku.
Sesampainya
di sekolah, aku memarkirkan sepedaku di tempat biasa.
"Bobby!"
Aku menoleh saat seseorang memanggil namaku.
"Selamat
pagi kawan, sepertinya hari ini kau terlihat lebih tampan dari biasanya."
Hanbin, teman satu kelasku merangkul tubuhku yang memang lebih pendek darinya.
"Apa
kau lupa bahwa teman kita ini adalah pangeran sekolah." Jessica, dia juga
satu kelas dengan kami.
"Kalian
ini, ayo kita masuk." Aku, Hanbin dan juga Jessica berteman sejak kami
masuk di sekolah ini. Kami berjalan di lorong sekolah, Hanbin masih merangkul
tubuhku, dan Jessica menggandeng lenganku sepanjang perjalanan. Semua mata
tertuju pada kami, mata para siswi seakan ingin membunuh Jessica yang sengaja
menggandeng lenganku, sementara mata para siswa seakan ingin menggantikan
posisi Hanbin yang akrab sekali denganku.
"Bruuk!"
Seseorang menabrak tubuhku, buku yang dipegangnya berserakan di lantai.
Sepertinya siswi ini sedang terburu-buru karena dia berlari.
"Kau!
Berjalanlah dengan benar." Jessica baru saja ingin membentak siswi ini
lagi, namun dihentikan oleh Hanbin.
"Jess,
sudahlah. Bobby juga tidak apa-apa."
Aku
terdiam, menunggu untuk mengetahui siapa gadis yang menabrak tubuhku. Aku
terkejut, saat melihat wajah siswi ini yang berdiri di hadapanku dengan
setumpuk buku di tangannya.
"Maaf,
aku minta maaf. Aku harus membawa semua buku ini ke ruang guru sebelum
pelajaran di mulai. Maafkan aku." Senyum malaikat yang selalu aku ingat,
ya dia adalah gadis pengantar susu. Gadis itu memang bersekolah disini, namun
tidak satu kelas denganku.
"Tidak
apa-apa." Tanpa ragu, gadis itu langsung melesat pergi meninggalkan kami.
Dan mataku masih memperhatikannya hingga dia menghilang.
-Dikelas-
Aku
terus membayangkan wajah manis gadis itu, gadis itu bernama Hyosung. Ya, aku
memang menyukainya, sejak pertama kali aku melihatnya setiap pagi hingga di
sekolah aku terus memperhatikannya.
Jam
istirahat telah tiba, para siswa mulai berkeliaran di lorong sekolah. Aku dan
kedua sahabatku berjalan menuju lapangan sekolah sambil membawa minuman yang
sudah kami beli. Mataku langsung tertuju pada gadis itu, dia sedang bersama
teman-temannya di hadapanku. Tawanya yang begitu ceria, menancarkan keindahan
tersendiri bagiku.
"Hyosung!"
Seseorang memanggil nama sang gadis impianku. Ya, aku begitu menyukainya hingga
aku tak sanggup mengatakan cintaku padanya. Dia terbilang gadis yang pandai,
ceria, tapi hanya satu yang dia benci, orang populer seperti diriku. Temanku
pernah menyelidiki tentang kehidupan gadis pujaanku itu, gadis yang sangat
membenci pria yang dikagumi banyak wanita. Tapi ini bukanlah keinginanku, andai
aku diberikan pilihan aku takkan ingin menjadi siswa populer demi mendapatkan
cintaku, namun sudah menjadi takdirku seperti ini.
Hyosung
bercanda ria bersama teman-temannya, pandanganku tak lepas darinya hingga jam
istirahat telah selesai dan dia kembali ke kelasnya.
Jam
pulang sekolah tiba, aku berlalu meninggalkan teman-temanku. Aku mulai
melajukan sepedaku sambil mendengarkan lagu melalui headphone ku.
"Bruukk!"
Kepalaku
seakan ingin pecah, ada sesuatu menabrak tubuhku. Rasa dingin di tubuhku mulai
mencekam, pandanganku perlahan mulai gelap hingga pada akhirnya aku tak dapat
melihat apapun.
-Keesokan
harinya-
Ada
cahaya putih yang menerangi penglihatanku, aku mengerjapkan mataku beberapa
kali. Saat aku mulai mengikuti cahaya itu, kini aku berada di depan rumahku.
Suasana yang berbeda kurasakan pagi ini, aku melihat gadis itu lagi. Hyosung
seperti biasa mengantar susu itu pagi ini, dengan cepat aku mengumpat ke
belakang pohon yang terdekat agar dia tak melihatku. Kurasakan ada yang berbeda
dengan raut wajah Hyosung hari ini, aku hanya dapat merasakannya tanpa mampu
bertanya langsung. Setelah Hyosung pergi meninggalkan rumahku, beberapa menit
kemudian ibuku keluar rumah dan mengambil susu itu. Tapi, ada yang salah juga
dari ibuku, dia menangis saat mengambil susu itu.
"Ibu,
ibu!" Aku memanggil ibuku berkali-kali namun dia terus saja masuk ke dalam
rumah. Aku mengikuti ibu masuk namun entah apa yang menahanku hingga aku tak
dapat melewati pintu rumahku sendiri. Kebingungan semakin melandaku pagi ini,
aku duduk di depan rumahku berharap ada seseorang yang dapat menjawab semua
pertanyaan di benakku.
Betapa
terkejutnya aku saat ada seseorang tiba-tiba muncul di hadapanku. Seorang pria
berpakaian serba putih dengan wajah yang cukup bercahaya menatapku dengan
matanya yang bersinar.
"Siapa
kau?"
"Selamat
datang di duniaku kawan, namaku Jack. Mulai detik ini aku akan menjadi
pembimbingmu. Bobby, namamu Bobby kan? Kau meninggal kemarin, sebuah truk
dengan keras menabrak sepedamu hingga kau tewas seketika akibat pendarahan yang
hebat di kepalamu. Supir truk itu melarikan diri dan keberadaannya belum
diketahui hingga saat ini." Pria itu menjulurkan tangannya, aku tak
percaya dengan apa yang dikatakannya. Pria itu menarik tanganku hingga aku
berdiri tegak dihadapannya.
"Aku
mempunyai dua pilihan untukmu, apa kau ingin tahu apa itu?" Aku masih
terdiam tanpa berkata.
"Bobby,
apa kau bisu? Bicaralah!"
"Aa..
apa yang harus kukatakan?"
"Kau
sudah meninggal, percayalah. Mereka sudah tak dapat melihatmu, ibumu, gadis
itu, mereka tak dapat melihatmu lagi."
Kini
aku mulai percaya dengan perkataan pria misterius bernama Jack ini. Aku terduduk
lemas, mengingat bagaimana ibuku tadi tidak mendengar suaraku, terlebih saat
aku melihat Hyosung. Ya, selama ini aku tak pernah mengatakan perasaanku yang
sebenarnya kepadanya. Kini aku hanyalah ruh yang tak terlihat, bagaimana aku
bisa mengungkapkan perasaanku padanya.
"Gadis
itu, kau menyukainya bukan?"
"Bagaimana
kau tahu?"
"Aku
mempunyai dua pilihan untukmu, pilihan pertama kau ikut bersamaku dan menjalani
kehidupanmu di dunia baru dengan bimbinganku. Atau pilihan kedua, kau diam
disini memperhatikan gadis itu yang tak dapat melihatmu, dan terus mengejar
gadis itu?"
Aku
terdiam, aku memikirkan apa yang harus kulakukan. Aku ingin sekali
mengungkapkan perasaanku pada Hyosung, tapi bagaimana caranya? Jika aku ikut
dengan Jack, maka Hyosung takkan pernah tahu perasaanku yang sebenarnya.
"Yapp,
kau benar!"
Aku
terkejut seketika saat Jack berteriak seperti itu.
"Apa?"
"Aku
bisa membaca pikiranmu Bobby, jika kau ikut denganku maka Hyosung takkan pernah
tahu perasaanmu yang sebenarnya, namun apa kau bisa mengatakannya dengan
keadaanmu yang seperti sekarang ini?"
"Lalu
bagaimana? Aku ingin dia mengetahui perasaanku selama ini."
"Dekati
saja dia, buat dia menyadari keberadaanmu."
Wuushhh
!! Sekejap mahkluk itu menghilang dari pandanganku.
**
Hari
telah berganti, aku masih berada didepan rumahku sendiri. Menunggu gadis yang
selama ini kucintai, Hyosung masih mengantar susu itu meski tahu bahwa aku
sudah tiada. Setelah beberapa saat ibuku mengambil susu itu, disambut dengan
senyuman manis yang dimiliki Hyosung. Saat ibuku masuk, dia masih berdiri di
depan pintu rumahku dengan tatapannya yang sendu.
"Ibu,
aku akan pergi mengejar cintaku. Terima kasih untuk semua yang kau berikan
untukku ibu, aku mencintaimu. Doakan agar gadis itu bisa menyadari keberadaanku
ya ibu." Aku berlalu meninggalkan ibuku yang sedari tadi menatap fotoku
yang tergantung di dinding, ingin sekali aku memeluknya namun tak bisa.
Aku
mengikuti Hyosung hingga sampai di rumahnya. Aku mengikutinya memasuki
kediamannya itu, tak ada yang special dari rumah ini. Hanya ada beberapa foto
yang tergantung di ruang utama rumah ini, suasana di rumah ini begitu sepi.
Ternyata Hyosung tinggal sendirian disini, aku memperhatikan aktifitas Hyosung
di rumah, aku berdiri di samping kasur Hyosung. Dia membersihkan kaca jendela
kamarnya, menyapu lantai, membereskan beberapa pakaian yang berserakan di
kasur, dia melakukannya tanpa berkata apapun. Hyosung yang selama ini kulihat
di sekolah adalah Hyosung yang periang, ceria, banyak tertawa bersama temannya
tapi sekarang saat aku melihat Hyosung terus saja diam, aku baru mengetahuinya
bahwa Hyosung wanita yang kesepian. Dan malampun tiba, dia bersiap untuk tidur
dan merebahkan tubuhnya di kasur. Dia menatap langit-langit di kamarnya,
seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Apa
yang kau fikirkan? Apa kau tidak bisa tidur?" Dengan sedikit keraguan aku
mencoba menyentuh tangan Hyosung.
"Bagaimana
orang seperti dia bisa meninggal begitu tragis."
"Apa
kau bilang?" Aku terkejut saat Hyosung seperti sedang membicarakan
kematianku.
"Suara
apa itu tadi?" Karena terkejut Hyosung langsung terduduk di kasurnya.
Aku
menutup mulutku seketika, sepertinya suaraku terdengar olehnya.
**
Keesokan
harinya aku terbangun dari tidurku, saat aku membuka mataku aku melompat
seketika karena terkejut melihat Hyosung yang sedang menatap ke arahku. Spontan
aku menutupi wajahku, tangan Hyosung menjulur ke arahku, namun ternyata
tangannya menembus tubuhku dan meraih sebuah jam di meja kecil dekat kasurnya.
Aku menghela nafasku yang berat, aku benar-benar terkejut.
Kulihat
dia terburu-buru karena jam sudah menunjukkan pukul 07:00, Hyosung langsung
bangkit dan mencuci wajahnya dan langsung memakai seragam sekolahnya.
"Apakah
dia tidak mandi terlebih dulu? Oh God." Aku hanya bisa tertawa melihat
tingkah gadis yang ku cintai ternyata seperti ini.
"Hati-hati
di jalan Hyosung." Aku melambaikan tanganku seolah dia bisa melihat
keberadaanku saat dia melajukan sepedanya keluar dari rumah.
Aku
melihat seluruh sudut di rumah ini, cukup berantakan. Sepertinya aku bisa membantu
Hyosung untuk membersihkan rumahnya, namun saat aku ingin mengambil sebuah sapu
di hadapanku, tanganku tak mampu menyentuhnya.
"Bagaimana
ini? Oh God apakah aku tidak bisa menyentuh semua barang-barang hanya untuk
membantu manusia ini membersihkan rumahnya." Aku terduduk di lantai karena
pasrah.
Saat
aku mencoba lagi mengambil sapu itu dan ternyata berhasil. Aku melompat
kegirangan karena bisa menyentuh sapu tersebut. Dan aku mulai membersihkan
semua ruangan di rumah ini.
**
Waktu
sudah menunjukkan pukul 16:00, aku menunggu kepulangan Hyosung. Suara pintu pun
berdecit menunjukkan bahwa ada seseorang yang masuk melalui pintu itu, dan
itulah sang gadis pujaanku.
"Apa
yang terjadi? Mengapa rumahku bisa rapih seperti ini? Apa mereka membersihkan
diri mereka sendiri? Sungguh aneh." Aku terkekeh mendengar ucapan Hyosung
saat memasuki rumahnya yang sudah bersih.
Kini
aku duduk berhadapan di sebuah meja makan bersama Hyosung. Dia memakan ramen
yang dia buat sendiri, sepertinya ramen itu sangat panas karena dia mencoba
meniup ramen itu setiap kali ingin memakannya. Hyosung meniup ramen itu sekali
dan aku mencoba membantu meniupnya juga. Hyosung terdiam seperti memikirkan
sesuatu, lalu dia meniupnya kembali dan terdiam lagi, lalu aku meniupnya lagi
saat Hyosung terdiam. Aku terkejut saat Hyosung tiba-tiba berteriak.
"Wwooahh
apa yang terjadi." Aku segera bangkit dan berjalan mundur dari meja
tersebut. Dia sudah menyadari keberadaanku. Dan Hyosung pun ikut bangkit dan
berjalan mundur. Aku menatap Hyosung yang sedang ketakutan, aku mencoba
berjalan mendekatinya.
"Stop!
Berhenti disitu! Jangan dekati aku!" Aku menghentikan langkahku saat
Hyosung menunjukkan telapak tangannya ke arahku. Apa dia sudah bisa melihatku
sekarang?
"Siapa
kau? Mengapa kau berada di rumahku?"
Tidak,
bukan reaksi seperti ini yang aku mau. Mataku mulai berkaca-kaca melihat
Hyosung yang celingukan karena tidak bisa melihat wujudku. Langkahku terus
bergetar mendekatinya, Hyosung masih mengadahkan telapak tangannya, aku mencoba
menyentuh tangannya. Reaksi Hyosung langsung terkejut saat dia ternyata bisa
merasakan sentuhanku. Tapi dengan cepat dia seakan melepas genggamanku dan
berlari keluar rumah. Aku hanya bisa menatapnya dengan sedih.
**
Hari
terus berlalu aku terus berusaha agar Hyosung menerima keberadaanku, setiap
pagi saat dia terbangun aku selalu menaruh sebuah note di lemari es di
rumahnya.
"Selamat
pagi! Semoga harimu menyenangkan." Aku melihat reaksi Hyosung yang hanya
biasa menanggapi semua note yang ku berikan setiap pagi.
Aku
juga membantunya membersihkan rumahnya tapi kali ini sepertinya Hyosung sudah
tidak heran dengan keberadaan rumahnya yang selalu rapih setiap kali dia
pulang.
"Hari
ini aku sangat lelah, mengantar susu, bekerja paruh waktu membuatku begitu
lelah. Di tambah tugas sekolah yang sama sekali belum ku kerjakan." Aku
mendengar setiap malam Hyosung bercerita tentang aktifitasnya hari ini, entah
dia memang sudah mengetahui keberadaanku atau dia hanya bergurau sendirian.
"Hyosung,
aku menyukaimu. Apa kau bisa merasakan keberadaanku? Entah aku harus bagaimana?
Aku tak bisa melakukan apapun untuk membuktikannya." Aku selalu
mengutarakan perasaanku setiap kali Hyosung sudah terlelap. Ku harap dia
mendengarnya.
Hingga
suatu malam ketika Hyosung sudah waktunya tidur, dia duduk di kasurnya dan
menghadap ke arahku. Tak biasanya dia seperti ini sebelum tidur.
"Sekarang
aku tahu keberadaanmu, aku tahu apa yang kau lakukan di rumahku, menemaniku,
membantu aktifitasku, membersihkan rumahku, tapi .. hanya satu hal yang aku
belum tahu. Siapa kau sebenarnya?"
Aku
terdiam mendengar segala penjelasan Hyosung.
"Kadang
aku juga mendengar kau berbicara ketika aku setengah tertidur, ku fikir itu
hanya mimpi tapi sekarang aku tahu itu bukan mimpi. Aku adalah pengantar susu,
apa kau mengenalku?"
Sepertinya
ini sudah waktunya aku memberitahu tentang keberadaanku, aku mendekati Hyosung
dan mulai menyentuh tangannya. Ya, Hyosung merasakan sentuhanku, karena
terkejut dia menutup matanya seketika. Dan aku masih menggenggam tangannya, aku
melihat mata Hyosung perlahan terbuka, matanya membulat seketika.
"Kau?!
BOBBY?"
Bukan
hanya dia, tapi aku juga terkejut.
"Kau
bisa melihatku?"
"Bobby,
bagaimana kau bisa?"
"Akhirnya,
setelah sekian lama aku mencoba untuk menampakkan wujudku. Hyosung benarkah kau
bisa melihatku?" Reaksi Hyosung hanya diam dan menatapku seolah tak
percaya.
"Hyosung,
aku tahu aku sudah meninggal. Aku tahu aku hanyalah makhluk astral, tapi aku
kembali ke dunia ini hanya untuk mengatakan sesuatu padamu, apa kau mau
mendengarnya?"
"Apa
itu?"
"Aku
menyukaimu, aku mencintaimu Hyosung. Aku begitu bodoh karena tidak bisa
mengungkapkannya semasa aku masih hidup. Itulah sebabnya aku mendapatkan
kesempatan untuk mengatakan ini kepadamu, Hyosung aku menyukaimu."
Beberapa menit Hyosung hanya menatapku tanpa berkata.
"Bobby,
maafkan aku. Kau tidak seharusnya berada di sini, pergilah Bobby! Duniamu bukan
lagi duniaku. Kau tidak boleh memikirkan aku lagi, kau harus menjalani
kehidupanmu yang baru di dunia yang lain. Maafkan aku Bobby. Aku masih punya
kehidupan lain. Sekarang pergilah!"
"Tapi
Hyosung."
Perasaanku
begitu sakit saat Hyosung menyuruhku pergi dengan mudahnya, tapi apa yang di
ucapkannya memang benar. Aku bukan lagi manusia seperti dirinya, aku melepaskan
genggaman tanganku.
"Kau
benar Hyosung, tapi setidaknya aku sudah bisa tenang karena kau sudah tahu
tentang perasaanku. Hyosung, selamat tinggal." Hyosung menutup matanya dan
aku pun menghilang.
Hyosung
POV
Sudah
seminggu aku benar-benar tak merasakan keberadaan Bobby lagi, aku merasakan ada
yang hilang di hidupku. Meski aku terpaksa mengusirnya tapi itulah yang terbaik
demi dirinya. Bobby, aku tak menyangka pria populer itu menyukai gadis
pengantar susu sepertiku.
Aku
mulai melakukan aktifitasku kembali, pagi ini aku harus mengantar susu lagi ke
setiap rumah di blok ini, aku melangkah menuju lemari es ku untuk mengambil
susu yang ku simpan di sana. Sebuah note sudah tertempel di lemari es itu.
"Selamat
pagi! Semangat! Have a nice day."
Aku
tersenyum sambil mengambil note tersebut.
"Bobby,
terima kasih."
-The
end-
Ini cerpen yang kemarin masuk jadi kontributor di beebok publisher, temanya jatuh cinta diam-diam .. gomawo :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar