Love
Choi Junhong (BAP) || Kim Nahyun (Traine TS)
Kim Himchan (BAP) || Jeon Hyosung (Secret)
G&L || OneShot || Sad, Romance
Present by Youzza_nisarr
Cover by Jumpinghimes
..
..
Sumarry
..
"Tak peduli bagaimanapun dirimu, aku disini akan selalu menantimu."
..
..
"Kim Nahyun, apa kau tak mencintaiku lagi? Mengapa kau tega lakukan ini padaku?" Remaja yang kini duduk di kelas menengah keatas bersimpuh di hadapan seorang wanita cantik berkulit putih dengan seragam sekolahnya yang khas.
"Mianhae Junhong, aku tak bisa menjalani hubungan jarak jauh. Jadi kuputuskan untuk mengakhiri hubungan kita." Begitulah ucapan Kim Nahyun dengan matanya yang mulai meneteskan air mata.
"Tta..tapi jika kau tidak bisa, mengapa kau harus pergi keluar Seoul?" Choi Junhong terus berusaha agar kekasihnya tidak mengakhiri semuanya.
"Kau pun akan pergi ke Jerman bukan? Jadi untuk apa aku di Seoul jika dirimu tidak ada," ucap Nahyun.
Junhong terdiam sejenak dengan pernyataan Nahyun, yaa memang benar apa yang dikatakan Nahyun. Junhong tak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Nahyun.
"Benar bukan? Kau pergi ke Jerman untuk kuliah. Dan aku akan pergi ke Australia untuk menyusul orang tuaku, adil bukan?" lanjut Nahyun.
"Tt.. tapi bisakah kita tetap seperti ini Nahyun? Aku begitu mencintaimu, sungguh jangan putuskan hubungan ini." Junhong mulai mengemis sambil menggenggam tangan mungil Nahyun.
"Jeongmal mianhae Junhong," ucap Nahyun dan berlalu pergi.
Junhong masih terpaku berdiri di taman sekolah, ribuan pertanyaan melintas di fikiran Junhong. Entah apa yang di fikirkan Nahyun bahkan Junhong pun tak mengerti.
Choi Junhong pria yang tingginya melebihi para seniornya itu kini berjalan terhuyung-huyung di koridor kelasnya. Junhong menatap bahu Nahyun yang sedang duduk di hadapannya, yaa mereka memang satu sekolah bahkan satu kelas. Beberapa bulan lagi mereka akan lulus sekolah dan melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Junhong melamun dan terus menatap bahu Nahyun yang sedang memperhatikan guru di depan.
Tak ada satupun pelajaran yang masuk di otak Junhong, pikirannya hanya dipenuhi oleh Nahyun.
Bahkan hingga pulang sekolah, Nahyun tetap menghindari Junhong. Biasanya mereka selalu berangkat bersama dan pulang bersama setiap hari namun itu semua kini sirna dalam sekejap. Satu sekolah pun menjuluki mereka sebagai romeo and juliet karena keromantisan mereka sepanjang waktu. Junhong dengan tampangnya yang memelas menatap Nahyun yang berlalu tanpa memperdulikannya yang sedari tadi menunggunya. Bahkan Junhong sama sekali tak punya keberanian untuk memanggil Nahyun.
"Hey Junhong, ada masalah dengan Julietmu?" Ejek seorang teman satu kelasnya.
"Gwaenchana." Junhong berlalu meninggalkan temannya dan langsung melajukan lamborghini merah miliknya.
Junhong merebahkan tubuhnya di kasur empuk di kamarnya, masih memakai seragam sekolahnya Junhong mulai memejamkan matanya dan membayangkan hal-hal indah yang pernah dilaluinya tiga tahun terakhir bersama Nahyun.
"Benarkah berakhir seperti ini chagi? Apa benar kita berakhir, tiga tahun yang lalu kita berjanji takkan meninggalkan satu sama lain. Ya aku tahu ini juga kesalahanku yang menerima tawaran beasiswa itu tanpa memikirkanmu." Junhong bergumam sendiri dikamarnya.
"Hey Junhong, ada apa dengan wajah tampanmu?" Seorang wanita cantik masuk kedalam kamar Junhong dengan wajah yang bingung.
"Ah nunna, ada masalah besar yang kuhadapi hari ini." Yaa dia adalah Jeon Hyosung kakak perempuan dari Junhong yang sangat dicintainya. Junhong menceritakan apa yang dia alami hari ini, pukulan terbesar yang diterima oleh hatinya itu diungkapkan kepada sang kakak.
"Begitulah wanita, kau harus tahu bagaimana sifat aslinya. Mungkin Nahyun butuh waktu untuk menerima semuanya Junhong. Ah gawat aku terlambat."
"Apa kau ingin menemui Himchan hyung?"
"Yaa, kau tahu dia pasti marah jika aku terlambat. Selamat berjuang melawan rasa sakit Junhong." Kecupan ringan dilontarkan Hyosung pada kening Junhong.
Hyosung berlalu dan Junhong kembali melanjutkan ingatannya hingga dia tertidur lelap.
***
Junhong mulai frustasi, setiap harinya dia selalu murung melihat julietnya begitu cuek di hadapannya.
"Nahyun, ikut aku!" Seraya tarikan Junhong membuat semua murid di kelasnya kebingungan. Junhong menarik tangan Nahyun yang mungil dan membawanya ke atap gedung sekolah.
"Apa maumu Junhong?" Getaran hebat menghantam jantung Junhong atas perkataan Nahyun.
"Apa kau bisa bilang bahwa kau baik-baik saja? Tiga tahun lamanya kita menjalin hubungan ini dan dengan satu permasalahan kita berpisah begitu saja, apa kau benar tidak mencintaiku lagi? Katakan Nahyun .. katakan!" Seketika Nahyun mundur satu langkah dari hadapan Junhong, Nahyun tak pernah melihat Junhong semarah itu dan membentak dirinya, Nahyun menelan ludahnya dan menghela nafasnya yang sesak.
"Yaa, aku baik-baik saja. Yaa, aku tidak lagi mencintaimu. Dan anggap saja kita tak pernah saling menyayangi?" Junhong membulatkan matanya tidak percaya dengan ucapan Nahyun barusan.
"MWO? Kau anggap aku apa selama ini Nahyun? Aku rela mencintaimu setengah mati dan sekarang kau bilang kau tidak mencintaiku lagi? Apa yang harus kulakukan? Kau mau aku lompat dari atas gedung ini dan mati? Kau tahu aku tak bisa menolak beasiswa itu, dari awal aku sekolah disini hanya itu incaran ku Nahyun. Kumohon mengertilah." Kini Junhong mulai bertekuk lutut di hadapan Nahyun. Wajah tampannya kini berubah menjadi wajah menyedihkan.
"Bangunlah Junhong! Gapailah mimpimu tanpaku disisimu." Nahyun berlalu meninggalkan Junhong yang masih bersimpah lutut, Junhong terbelalak tak percaya dengan semua yang dilakukan Nahyun.
"Aiishh apa lagi yang harus kulakukan!" Junhong turun dari atap gedung dengan wajah suramnya lagi.
Hari-hari yang dilalui Junhong begitu gelap baginya tanpa ada Nahyun di sisinya. Sekarang isi sekolah tahu bahwa mereka sudah berpisah, itu lebih mengerikan dari apa yang Junhong bayangkan. Berulang kali Junhong meminta Nahyun mengehentikan keputusannya namun Nahyun tetap pada pendirian pertamanya.
Sampai hari kelulusan pun tiba, Nahyun datang bersama saudara perempuannya karena orang tuanya kini berada di Australia, sedangkan Junhong datang bersama Jeon Hyosung karena orang tuanya terlalu sibuk bekerja.
Junhong menatap melas kepada Nahyun, Hyosung merasakan perasaan sakit yang kini dialami adiknya itu. Saat Junhong dipanggil untuk pemberian beasiswa itu, manik biru Junhong tak lepas dari Nahyun, namun Nahyun mengalihkan pandangannya.
"Junhong, kau mau pulang atau tetap di sini bersama teman-temanmu?" Hyosung berusaha menghibur adiknya.
"Pulanglah lebih dulu nunna, gwaenchana."
"Baiklah, kau bisa pulang dengan taxi atau bus ya Junhong. Jangan pulang larut malam, kita harus mempersiapkan keberangkatanmu ke Jerman."
Junhong hanya mengangguk, dia mulai berjalan ke sebuah tempat yang menurutnya bisa membuat pikirannya tenang. Junhong mulai memasang handset di telinganya dan menyetel musik kesukaannya.
Kim Nahyun menatap bahu Junhong yang sedang asik mendengarkan lagu dari handsetnya, dia mengurungkan niatnya untuk mendekati lelaki itu. Lalu mulai berjalan meninggalkan Junhong yang tidak menyadari keberadaan Nahyun.
**
Junhong berjalan di bandara Incheon dengan kemeja putih serta celana hitamnya yang begitu rapih, membawa koper hitam besar miliknya, ya dia menuju Jerman untuk melanjutkan kuliahnya. Junhong diantar kaka tercintanya bersama sang kekasihnya, Himchan dan Hyosung. Junhong pergi merantau sendirian ke Jerman, orang tuanya tentu mengizinkan keinginan Junhong ini, karena itulah yang direncanakan Junhong sejak dulu.
"Harusnya kau yang mengantarku Nahyun, mengantarku untuk mengejar mimpiku." Junhong menatap lemah jendela-jendela di bandara, berharap melihat sosok Nahyun untuk terakhir kalinya. Junhong memeluk erat tubuh Hyosung dan juga Himchan.
"Berhati-hatilah Junhong, kabari aku jika terjadi sesuatu anak pintar." Kecupan ringan dilontarkan Hyosung di pipi Junhong.
"Ne nunna, annyeong." Junhong melambaikan tangannya sebelum masuk ke dalam koridor pesawat.
Junhong POV
Jadi inilah kota Jerman, kota yang selalu aku impikan dan akhirnya kini aku bisa menginjak tanah Jerman. Kesepian itulah kata-kata yang tepat untukku saat ini, di kota asing tanpa adanya orang tuaku, kakakku, dan lebih penting tidak adanya juliet ku, Kim Nahyun. Entah aku bisa melihatnya lagi atau tidak tapi kuharap dia benar-benar julietku yang dikirim oleh Tuhan untuk menemaniku. Tiga tahun, aku harus berada dikota ini selama tiga tahun lamanya. Aku tidak ada niat untuk kembali ke Seoul karena itu hanya akan mengingatkanku kepada Nahyun, yaa aku hanya harus menahan kerinduan ku pada kakakku.
Aku mulai mengepakkan barangku di apartemen milikku, bingkai foto kebersamaanku bersama Nahyun ku gantungkan di dinding kamarku, di ruang depan, serta di ruang makan. Setiap sudut apartemenku selalu tergantung fotonya dan fotoku. Aku tidak ingin melupakannya, sungguh aku takkan pernah berusaha melupakannya. Doaku hanya satu kepada Tuhan, aku ingin dia kembali padaku, hanya itu.
-- Tiga Tahun Kemudian --
Author POV
Pria tampan dengan kacamata hitamnya yang menutupi manik birunya berjalan tegak di bandara Incheon, dengan koper besar yang dibawanya, Choi Junhong kembali ke Seoul selama tiga tahun lamanya dia di Jerman.
"Selamat datang kembali ke Seoul Junhong." Begitulah ucapan Junhong kepada dirinya.
Angin yang menerpa tubuhnya menandakan bahwa musim dingin akan tiba, Junhong kembali kerumahnya menggunakan taxi. Dia tentu ingin memberi kejutan kepada keluarganya dengan kepulangannya yang tiba-tiba, kini Junhong sudah mendapatkan gelar seorang dokter, yaa dia kuliah kedokteran di Jerman. Dengan bangganya Junhong turun dari taxi yang ditumpanginya dan berdiri di gerbang besar sebuah rumah bagai istana. Junhong menghela nafasnya yang berat dan mulai menyunggingkan senyum simpulnya.
"Junhong?" Hyosung yang sedang mengobrol dengan Himchan di ruang depan begitu terkejut saat melihat pria tinggi itu datang dengan begitu tampannya.
"Hai nunna, hai hyung ." Pelukan erat dilontarkan sang kakak akibat kerinduan yang mendalam.
"Maaf atas ketidak hadiranku saat pernikahan kalian." Yaa Hyosung dan Himchan sudah menikah beberapa bulan lalu, dan itu saat dimana Junhong sedang menghadapi ujian, akibatnya dia tidak bisa mendatangi pernikahan kakaknya itu.
"Adik macam apa kau Junhong!"
"Mianhae nunna." Junhong memeluk erat lagi tubuh Hyosung.
"Hai dokter muda, kau tambah tinggi saja rupanya." Himchan terkekeh saat melihat adik iparnya lebih tinggi darinya.
"Yaa karena aku tak lepas minum susu. Kekeke~ apa eomma dan appa belum pulang?"
"Yaa, mereka masih sama sibuknya seperti dulu Junhong. Ah istirahatlah, akan kusiapkan makanan untukmu."
Junhong berjalan menuju kamarnya, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar itu. Kamar yang sangat dirindukan olehnya, selama tiga tahun lamanya ditinggalkan.
"Kamar ini tak berubah, hanya sedikit rapih." Junhong mulai membereskan barang-barangnya. Sebuah kotak kecil berisikan kalung dengan liontin biru yang hampir menyamai warna matanya di letakkannya di dalam laci mejanya.
"Jika Tuhan mempertemukan kita lagi, itulah barang yang akan kuberikan untukmu Kim Nahyun." Yaa, kalung itu dibelinya saat di Jerman. Bahkan dia tak pernah sedikitpun melupakan mantan kekasihnya itu.
Keluarga Junhong mengadakan makan malam di luar untuk merayakan kepulangan Junhong dan gelar yang diterima Junhong saat ini. Junhong sangat bahagia tapi semua itu tetap terasa tak sempurna karena Junhong kehilangan Nahyun.
"Hey adik ipar, bagaimana gadis Jerman?" tanya Himchan saat mereka sedang mencuci tangan bersama dikamar mandi restoran.
"Tidak menarik hyung, biasa saja. Terkadang mereka manja, terkadang mereka aneh. Begitulah pandanganku."
"Benarkah? Apa kau memiliki pacar disana?"
"Pertanyaanmu konyol hyung, sudah ku bilang aku tidak akan pernah mengganti posisi Nahyun di hidupku." Junhong sedikit menyunggingkan senyumnya.
"Hah, kau yang konyol Junhong. Kau benar-benar mencintai Julietmu ya?"
"Yaa, aku sangat mencintainya."
"Apa setelah ini kau akan mencarinya Junhong?"
"Tidak."
"Waeyo?"
"Aku menunggu takdir Tuhan hyung. Jika dia memang terbukti julietku, dia akan datang di hadapanku. Lagipula aku tak tahu saat ini dia di Seoul atau Australia. Aku tetap akan menunggunya."
Himchan menatap sedih kepada adik iparnya itu, Pasalnya Junhong terlalu lemah dalam hal percintaan.
Hari yang cukup melelahkan juga menyenangkan untuk Junhong hari ini. Bagaimana tidak, orang tuanya kini menyempatkan untuk makan malam di luar bersama untuk merayakan kepulangannya. Junhong merebahkan tubuhnya di kasur yang dirindukannya. Dia menatap langit-langit kamarnya yang kosong, terlintas wajah wanita cantik yang dirindukannya.
"Aku tak boleh mencarimu Nahyun, biarkan Tuhan yang mempertemukan kita. Jika sampai tua aku tidak dipertemukan olehmu mungkin kita akan bertemu dilain abad. Aku akan tetap bersabar menunggumu Nahyun." Junhong mulai meredupkan matanya.
**
Junhong POV
Sebelum aku memulai menjadi dokter yang sesungguhnya, sebaiknya aku menghabiskan waktuku untuk berlibur dan bersantai, itulah yang muncul di fikiranku. Aku mengelilingi kota Seoul menggunakan sepedaku, tidak menggunakan lamborghiniku seperti biasa. Aku merindukan masa saat aku kecil, berlari, bermain air dengan gembira, berjalan ditengah hujan, sampai akhirnya aku jatuh cinta pada Nahyun. Wanita yang menurutku sangat sempurna, wajahnya yang lugu, rambutnya yang pirang terurai sebahu, meski terkadang muncul sifat jelek Nahyun tapi itu membuatku semakin mencintainya. Hidupku mulai berubah saat aku jatuh cinta, sifatku yang kekanak-kanakan dan manja ya begitulah orang menilaiku, tiba-tiba saja menghilang karena dia. Tiga tahun bersamanya itu adalah hari-hari paling bahagia untukku, benar bahwa nyatanya Tuhan begitu adil. Setelah tiga tahun aku bahagia, tiga tahun kemarin aku begitu kesepian, jika saja aku lelaki lemah mungkin aku meninggalkan cita-citaku demi kekasihku. Aku tahu ini adalah akibat keegoisanku terhadap keinginanku, sebab itu aku tak berani mencari keberadaan Nahyun.
Mentari senja mulai memancarkan cahayanya, matahari mulai tenggelam dan suasana dingin mulai menyelimutiku. Sebelum malam tiba hanya satu tempat yang ingin kudatangi, aku mulai melajukan sepedaku menuju tempat itu.
Author POV
Junhong berdiri di sebuah dermaga dengan papan yang kecil di sebuah danau, dia mulai duduk di ujung dermaga itu. Kakinya mengayun di dalam air danau yang mulai dingin, Junhong mulai mendengarkan lagu dari ipod nya. Angin yang berhembus membuat Junhong menggigil, dia mulai merekatkan sweater biru yang dikenakannya. Hanya itu tempat yang membuatnya tenang selama ini, Junhong mulai memejamkan matanya dan mengingat kisah tentang julietnya. Satu jam berlalu dan Junhong mulai bangkit dari duduknya, Junhong berhenti sejenak memandang air danau yang bergerak tak menentu karena terpaan angin sore itu, Junhong membalikkan tubuhnya dan bersiap beranjak dari tempat itu.
Junhong terpaku saat apa yang dilihat di hadapannya,
Sang Juliet kembali.
Junhong POV
Apa aku bermimpi? Berkali-kali ku kerjapkan kelopak mataku untuk membangunkan ku dari khayalanku namun sosok itu tetap terlihat pada manik biruku. Aku terus memperhatikan langkahnya, ada yang salah dari dirinya. Yaa, aku tahu ini adalah Kim Nahyun, dia adalah Juliet ku. Tapi.. ada apa ini? apa yang terjadi padanya?
Aku mulai melangkahkan kakiku, ku lihat dia juga terus melangkah. Wajahnya yang cantik terlihat begitu jelas saat kami mulai melangkah bersama, sweater pink yang di kenakannya membuat dirinya begitu manis, ditambah dengan syal putih yang melingkar dilehernya. Detak jantungku seakan berhenti saat kami berdiri sejajar, aku hampir meneteskan air mataku, aku sungguh tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Aku terus mencoba melangkah maju dan kami kini saling membelakangi, aku tak bisa tinggal diam seperti ini. Rasa penasaranku terus muncul, dan aku mulai membalikkan tubuhku, kini aku menatap bahunya dan rambutnya yang terurai.
"Kk..Kim Nahyun."
Nahyun POV
Detak jantungku berdetak tak menentu saat indra pendengaranku melintas sebuah suara yang tak asing bagiku. Aku tahu kini mataku mulai membulat dan mulai berkedip tak menentu, aku mencoba membalikkan tubuhku.
"Kim Nahyun, inikah dirimu?" Suara itu kembali muncul. Aku mulai frustasi dengan suara-suara yang muncul.
"Tidak, tidak, tidak. Pergilah! Aku sedang tidak ingin memikirkannya, mengapa suara itu muncul. Pergi!" Kini aku tahu bahwa aku bertindak seperti orang gila.
Sentuhan dingin kini kurasakan pada kedua tanganku, tongkat yang sedari tadi kugenggam tiba-tiba terlepas begitu saja dari tanganku. Kini aku merasakan tetesan air mata di pipiku.
"TIDAK!" Teriakanku mungkin bisa membuat bayangan ini pergi, ya aku harus menghilangkan khayalanku yang gila ini.
"Kim Nahyun, aku Junhong. Apa yang terjadi padamu?" Tubuhku melemah saat aku mendengar suaranya lagi, kini kurasakan dekapan hangat dari sosok yang berada dihadapanku. Begitu hangat dan kuat hingga kakiku melemah dan aku tak sanggup berdiri, aku merasakan air mataku yang tak henti-henti nya mengalir dengan deras.
Author POV
Junhong memeluk erat tubuh Nahyun yang memberontak, tak kuat menahan tangisannya akhirnya Junhong mengalirkan air matanya saat melihat keadaan Nahyun. Bagaimana tidak, Julietnya sama sekali tidak menyadari keberadaannya, bahkan saat mereka berdiri sejajar pun Nahyun tidak menyadarinya, yaa Nahyun tidak bisa melihat. Dia membutuhkan tongkat agar bisa membantu penglihatannya, Nahyun buta.
Junhong masih memeluk tubuh mungil Nahyun, mereka masih ditepi danau meski langit kini sudah gelap. Nahyun sudah mulai tenang saat berada dirangkulan Junhong.
"Nahyun, ceritakan padaku apa yang terjadi," ucap Junhong sambil membelai rambut Nahyun.
"Setelah kelulusan tiba aku langsung pergi ke Australia, maaf aku tak memberitahumu soal permasalahan ini. Ibuku disana mengidap penyakit kanker mata, dan mata yang cocok untuknya hanyalah mataku. Aku merelakan mataku untuknya, kufikir mungkin ini saatnya aku membalas budi kepada orangtua ku, karena sebelumnya ibuku merelakan ginjalnya untukku." Junhong menatap Nahyun dengan sedih.
"Lalu?"
"Yaa, kini aku tak bisa melihat lagi Junhong. Orang tua ku kini berada di Seoul, tak masalah jika aku tak bisa melihat karena aku masih bisa merasakan. Ibuku pernah bilang dia ingin sekali melihatku menikah, itu sebabnya aku rela mendonorkan mataku agar dia bahagia." Nahyun menyimpulkan bibirnya hingga terurai senyum yang indah. Meski begitu Junhong tahu bahwa Nahyun hanya berusaha menutupi kesedihannya. Junhong terus memandangi Nahyun yang tak menyadari hal itu.
"Ah apa manik mu masih biru Junhong? Berapa tinggi mu sekarang?" tanya Nahyun.
"Tentu, itu adalah keindahan pada diriku bukan? Kekeke~ Tinggi ku hmm kini melebihi Himchan hyung."
"Wah benarkah? Himchan oppa pasti marah saat melihat tinggimu."
"Kau benar Nahyun." Mereka tertawa bersama.
Hari mulai gelap, cahaya lampu menyinari dermaga kecil itu. Tak ada bintang juga tak ada bulan, angin berhembus menembus sweater Junhong.
"Apa kau kesini sendiri Nahyun?" tanya Junhong sambil merapatkan syal yang dikenakan Nahyun agar lehernya tidak kedinginan.
"Tidak, sebentar lagi mungkin orang suruhan appa ku datang menjemputku."
"Ah kalau begitu aku harus meminta nomor telepon rumahmu agar aku bisa menghubungimu." Nahyun menyebutkan nomor nya dan Junhong langsung mencatat didalam ponselnya.
"Junhong, kapan kau kembali ke Seoul?"
"Beberapa hari yang lalu, ah itu mereka." Beberapa orang suruhan appa Nahyun pun datang. Junhong menggenggam tangan Nahyun dan membantunya berjalan menuju mobilnya.
"Besok aku akan menjemputmu dirumah, tunggu aku ya. Selamat malam." Kecupan ringan bersandar dikening Nahyun.
Nahyun tersenyum sepanjang perjalanan menuju rumahnya.
'Yang tadi benar Junhong kan? Aku tidak bermimpi kan?' Meski Nahyun sangat mengenali suara Junhong serta wanginya yang khas dia tetap tidak percaya dengan kejadian beberapa jam lalu. Nahyun pun sampai dirumah dan langsung membaringkan tubuhnya dikasur.
Dilain tempat, Junhong pun masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Hati Jumhong seakan teriris melihat keadaan sang juliet yang dinantinya seperti itu, Junhong menatap langit dikamarnya dan mulai memikirkan sesuatu untuk besok. Junhong turun keruang utama dimana sedang terkumpul semua anggota keluarganya, Junhong mulai memberanikan dirinya untuk menjelaskan apa yang diinginkannya, Junhong pun diizinkan melakukan semua yang dia jelaskan karena orang tua nya tahu bagaimana sifat Junhong jika dia tidak bisa melakukan keinginannya.
"Kau yakin Junhong?" tanya ibu Junhong dengan rasa penasaran yang mendalam.
"Ne eomma, aku harus melakukannya."
Hyosung merangkul Junhong dengan tersenyum bangga terhadap adiknya itu.
"Junhong, kau tumbuh menjadi pria yang bijaksana sekarang," ucap Hyosung.
Junhong hanya tersenyum.
**
"Annyeong, ahjussi apa kabar?" Sapaan hangat Junhong saat menghampiri kediaman Nahyun. Wanita cantik menyambut kedatangan Junhong, ya dia adalah ibu Nahyun.
Junhong terus menatap mata ibu Nahyun, jelas Junhong tahu itu adalah mata Nahyun.
Hanya butuh beberapa menit Nahyun keluar dari kamarnya, dibantu oleh beberapa orang penjaganya. Junhong terus menatap wajah Nahyun yang begitu bersinar seperti cahaya bintang. Meski mata itu tak bisa melihat namun mata itu tetap terlihat begitu indah menurut Junhong.
"Kajja!" ucap Junhong langsung menggenggam tangan Nahyun.
Ibu Nahyun tersenyum gembira saat melihat Junhong begitu mencintai anaknya.
"Bagaimana jika kita makan siang dulu. Aku lapar," ucap Junhong saat berada didalam mobilnya. Nahyun mengangguk dan tersenyum
Di sebuah restoran, mereka bercanda dan saling bercerita satu sama lain. Sesekali Nahyun terlihat sangat gembira dan sesekali wajahnya terlihat murung.
"Junhong, bolehkah aku menyentuh wajahmu. Aku ingin sekali melihat wajahmu lagi Junhong."
Junhong langsung bangkit dari kursinya yang berhadapan oleh Nahyun, dan kini dia berlutut dihadapan Nahyun yang sedang duduk dikursinya. Junhong menggenggam tangan Nahyun dan mulai meletakkannya diwajah tampannya. Nahyun mulai meraba wajah pria itu, dan Junhong tersenyum gembira.
"Apa kau bahagia berjumpa denganku Nahyun?"
"Aku sedih Junhong, karena tak bisa melihat wajah tampanmu lagi tapi aku bahagia karena kau masih bisa melihat wajah cantikku."
"Kau ini." Junhong membelai rambut Nahyun dengan lembut.
Junhong POV
Aku bulatkan nekatku untuk melakukan hal yang kuinginkan malam ini. Terlihat wajah Nahyun tersenyum berseri-seri saat musik klasik terdengar ditelinganya, pemain musik itu sengaja ku sewa agar suasana terasa lebih manis.
"Nahyun, kau tahu apa yang sedang kulakukan dihadapanmu?" Nahyun menggelengkan kepalanya dan tetap tersenyum.
"Aku sedang memandangi wajahmu yang cantik. Nahyun, tak ada bintang dan bulan malam ini namun hatiku tetap bercahaya karena ada kau dihadapanku. Nahyun-" Aku memotong pembicaraanku sejenak, aku mengambil sebuah kotak dari dalam saku jasku. Aku menggenggam tangannya dan menaruh kotak itu ditelapaknya.
"Apa ini?" Wajahnya kini mulai terlihat bingung.
"Nahyun, maukah kau menikah denganku?"
Senyum Nahyun terbentuk disudut bibirnya.
"Ini sebuah kalung dengan liontin berwarna biru seperti warna mataku Nahyun. Aku tidak membelikanmu cincin untuk melamarmu karena ku fikir itu terlalu biasa seperti kebanyakan orang lainnya. Jadi, maukah Nahyun?"
Nahyun hanya tersenyum dan wajahnya mulai memerah.
Author POV
Sentuhan lembut dibahu Nahyun membuatnya sedikit terkejut.
"Nahyun, kau harus tahu bahwa Junhong sangat mencintaimu." Suara yang tak asing bagi Nahyun, yaa dia adalah ibu Nahyun.
"Eomma," ucap Nahyun.
"Hey gadis cantik, sudah lama aku tak melihatmu. Kau sangat cantik." Nahyun berfikir sejenak suara siapa selanjutnya, yaa dia Jeon Hyosung.
"Hyosung eonni?"
"Nahyun, kau benar terlihat semakin cantik malam ini. Kau pasti tak mengenali suaraku. Aku ibu Junhong."
"Mwo? Sebenarnya siapa saja yang ada disekitarku saat ini?" Nahyun terlihat begitu kebingungan.
"Suprise." Semua orang yang ada disekitar Nahyun bersorak dengan kompak.
Junhong menjelaskan kepada Nahyun siapa saja yang ada disekitarnya.
"Julietku, ini sudah kurencanakan sebelumnya. Aku sudah meminta izin kepada orang tua mu untuk melamarmu. Dan aku sudah meminta izin kepada keluargaku, kini mereka semua ada dihadapan kita, melihat kita berpegangan tangan, apa kau malu Nahyun?"
"Ahh Junhong." Semua tertawa melihat tingkah mereka berdua.
"Jadi Nahyun, apa jawabanmu?" Terlihat semua menunggu menantikan jawaban dari Nahyun.
"Hmm.. hmm .. i do." Ucapan singkat Nahyun membuat semua tersenyum bahagia. Junhong langsung memeluk erat tubuh Nahyun, air mata Nahyun tak henti mengalir saat Junhong memeluknya.
Nahyun POV
Betapa bodohnya diriku sempat meninggalkan Romeo ku selama bertahun-tahun hanya karena kenyataan pahit ini, aku tidak menyesali keputusanku untuk merelakan penglihatanku. Yang paling kusesali hanyalah aku pernah meninggalkan dia, hari ini tepat pada hari ulang tahunku, aku berjalan dialtar sebuah gereja. Aku tak dapat melihat bagaimana keadaan gereja saat ini, tapi aku bisa merasakan kebahagiaan didalam gereja ini. Ibuku bilang aku sangat cantik, yaa inilah yang dia inginkan. Karena dia ingin melihatku menikah pada akhirnya aku biarkan dia bisa melihat dengan mataku. Junhong sempat bilang padaku, bahwa dia tak peduli aku bisa melihat atau tidak karena yang dia inginkan hanyalah cinta dan kehadiranku disisinya, romantis bukan?
Alunan musik yang khas membuat detak jantungku berdegup tak menentu, sentuhan hangat dari tangan Junhong kini sudah mulai kurasakan. Sang pendeta mengucapkan beberapa sumpah, aku dan Junhong pun mengucapkan janji suci dihadapan Tuhan.
Kurasakan kecupan ringan mendarat dikeningku, dan Junhong mulai memakaikan kalung di leherku yang mungil serta cincin dijemariku yang indah.
"Inilah takdir kita Nahyun, aku selalu percaya kepada takdir Tuhan. Dan kau memang ditakdirkan untuk menghabiskan hidupmu bersamaku." Bisikan ringan yang menyayat hati dari Junhong membuatku seakan melayang tinggi.
"Meski aku tak bisa melihatmu tapi aku bisa merasakan ketulusan cintamu."
Dan mulai hari ini, aku resmi menjadi Juliet sang Romeo untuk selamanya.
-The end-
Huwaaa niat mau buat fluff vignette ternyata masih belom bisa D:
Terimakasih untuk pembaca setia, juga Jumpinghimes yang selalu setia membuat cover .. Tinggalkan jejak chingudeul,, kritik dan saran dibutuhkan :D gomawo ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar